Senin, 22 Desember 2014

Belajar dari Lansia

Tak alang-alang, aku tinggal bersama tiga orang lansia (lanjut usia)! Mereka adalah emakku yang  berusia 72 tahun, serta dua orang adik beliau, pamanku yang berusia 70 tahun dan tanteku yang berusia 66 tahun. Saudara emak ini sudah bertahun-tahun tinggal bersama kami. Waktu sebelum menikah, aku yang menjadi pendamping mereka di rumah. Kini ada Pak Suami yang menemaniku menjaga mereka, walaupun sebenarnya mereka tidak butuh dijaga. :D
Tinggal bersama lansia bukan melulu sesuatu yang tidak menyenangkan. Banyak hal yang bisa dipetik dari mereka. Dengan melihat mereka, kita bisa lebih bijak memaknai kehidupan ini. Seperti kata pepatah, “telah banyak makan asam dan garam kehidupan” itu memang benar adanya. Emak, paman dan tanteku ini secara tidak langsung mengajarkan bagaimana bersikap kala menua nanti. Memang sih, mereka tidak selalu rukun. Seperti halnya kakak beradik yang lain, mereka bertiga juga sesekali mengalami pertengkaran, namun tak bertahan lama karena mereka kemudian tertawa bersama lagi.
Berikut ini adalah beberapa hal yang kusimpulkan dari hasil pengamatanku terhadap kepribadian emak, paman dan tanteku ini.
1. The power of giving- by Emak
Suatu hari aku melihat kesibukan emak di dapur yang sedang beraksi lagi dengan wajan tua milik beliau. Aroma bumbu menguar.
“Bikin apa, Mak?” tanyaku.
“Mi goreng. Nanti sekalian mau ngasih tetangga,” sahut emak sambil memuat mi ke dalam wadah. Irisan telur rebus menjadi penghias. Tak lama, wadah itu sudah cuss… sampai di rumah tetangga.
Mi goreng adalah sebuah hidangan biasa, yang mungkin setiap rumah sudah sangat sering membuatnya. Bahan-bahannya pun murah meriah. Tapi kemudian si mi goreng ini menjadi istimewa, karena juga turut bisa dinikmati oleh tetangga. Alhamdulillah, Allah memudahkan emak untuk berbagi dengan sekitar, meskipun yang dibagi bukan barang mewah.
Tak heran warung emak masih menjadi wadah curhat pelanggan beliau, karena mereka merasa nyaman. Emak yang mereka panggil ‘Nenek’, seolah-olah telah menjadi nenek bagi mereka.
2. Bernostalgia: berbagi lewat cerita tentang masa lalu – by Paman
“Dulu paman pernah jualan. Paman jalan kaki dari ….”
Aku menyimak cerita paman. Pengalaman beliau di masa lalu terkadang lucu, terkadang menyedihkan. Di masa muda, beliau pernah berinteraksi dengan gerombolan pengacau, atau aparat-aparat yang culas terhadap rakyat. Hampir sepanjang hidup, beliau berdagang dengan memperoleh keuntungan yang banyak, atau merugi gegara ditipu.
“Inti dari cerita paman tadi adalah bahwa biar bagaimana pun jahatnya perlakuan orang lain terhadap kita, asalkan kita tidak melakukan hal seperti itu juga,” Paman menutup kisah beliau dengan nasihat.
Paman membagi kisah-kisah beliau kepada kaum muda, karena beliau menganggap penting pengalaman beliau yang berharga, sehingga insya Allah dapat bermanfaat bagi generasi muda.
3. Terus bergerak: bekerja, beraktifitas, produktif, tetap bersemangat – by Tante
Adik emak nomor 4 ini yang paling bersemangat di rumah. Beliau membantu emak di warung. Sejak pukul 6 pagi beliau sudah membuka warung untuk menjemput rejeki. Beberapa langganan warung emak terbiasa datang pagi-pagi, seperti penjual jamu yang akan membeli telur ayam kampung.
“Sekarang saatnya membungkus gula.” Tante lalu memasukkan gula ke dalam bungkus-bungkus plastik, untuk kemudian ditimbang per kilo, setengah kilo dan seperempat kilo.
Badan ringkih tante seperti tiada lelah. Dengan semangat beliau beraktifitas. Seingatku, beliaulah yang paling jarang sakit di rumahku. Mungkin karena beliau selalu bergerak, beliau jadi tetap sehat.
_DSC1671Pengantin foto bareng Emak bersaudara :)
Alhamdulillah, tinggal bersama lansia boleh dibilang menyenangkan. Emak, paman dan tante sudah lansia, namun tetap mandiri dan terus berusaha agar dapat memberi manfaat bagi orang lain. Jika Allah mengijinkanku -dan kita- memiliki umur yang panjang, hal-hal yang kuurai di atas bisa dijadikan contekan agar kita juga bisa hidup bersahaja seperti mereka. (http://try2bcoolnsmart.wordpress.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar