HATI-HATI
dengan kebiasaan terlalu sering mengeluh!! Menurut beberapa sumber
penelitian, hal ini dapat mengganggu kesehatan. Terlebih-lebih bagi
kalangan lansia. Mengeluh merupakan simbol ungkapan perasaan, bisa juga
berupa pernyataan, tindakan atau tulisan yang menggambarkan jika
seseorang itu dalam kondisi ketikpuasan diri, kesakitan, benci, emosi
atau sial (apes) yang umumnya disebabkan suatu masalah dimana masalah
itu seolah-olah tak berkesudahan terjadi menerpa dirinya. Sementara yang
dimaksud lansia adalah masa dimana manusia dihadapkan dengan masalah
terus berkurangnya kemampuan fisik dan rohaninya lantaran penuaan.
Lansia juga disebut sebagai masa-masa sulitnya perjalanan hidup manusia
lantaran rentan sekali terserang penyakit/mudah sakit.
Kemudian, yang menjadi pertanyaan adalah meski tak semua lansia seperti itu, mengapa lansia memiliki kecenderungan
suka mengeluh, cara mengatasi dan imbas bagi yang merawatnya seperti
apa? Padahal, masa tua itu adalah suatu kepastian yang akan terjadi jika
seseorang ditakdirkan berumur panjang. Apakah mereka (lansia) sekarang
lupa atau bahwa memang bawaan karakternya dari muda memang seperti itu? Dalam artikel singkat ini saya akan coba bahas.
Trevor Blake, penulis buku “Three Simple Steps” sebagaimana dikutip dari Inc.com, Minggu, 26/8/2012, di kutip dalam Andri Supriyadi, 8/12/2013, mengatakan,
selain termasuk dalam perilaku yang tidak sukai banyak orang, sering
mengeluh dapat mengakibatkan kinerja otak mengalami penurunan (bodoh).
Dari hasil penelitian tersebut, dapat dibayangkan jika yang mengeluh adalah para lansia. Ddampaknya tentu akan menambah semakit cepat proses penurunan otaknya sehingga semakin memperparah pikun. Selanjutnya,
terlalu lama mendengarkan orang yang mengeluh itu juga tidak baik bagi
kesehatan. Dijelaskan dalam penelitian tersebut ternyata juga dapat
mengganggu sel saraf yang bernama hippocampus mengalami
masalah. Padahal saraf ini berfungsi sangat fital sebagai
penyelesai/pengurai masalah. Tidak hanya itu, di dalam buku tersebut
juga dipaparkan tentang bahaya jika orang mengalami masalah, kemudian
tidak dapat menyelesaikannya, kemudian ditimpa dengan perilaku
terus-menerus mengeluh. Dijelaskan bahwa orang yang demikian memiliki
kecenderungan akan mengikuti pikiran negatifnya. Jika sudah demikian,
apabila ada orang lain mencoba memberikan solusi membantunya dengan
niatan menolong, hasilnya pun juga beda, orang itu dapat dipastikan akan
menjadi korban pelampiasan keluhannya dan cenderung enggan diberikan
kesempatan waktu memberikan bantuan solusi.
Dari hasil penelitian Trevor Blake
apabila dikaitkan dengan lansia dapat disimpulkan bahwa betapa
bahayanya jika ‘keluh’ terus mengganggu lansia. Jangan heran jika anda
sering menemukan, atau mendengar lansia itu memiliki sifat keras kepala,
terkadang temperamen dan cenderung menuruti kemamauannya sendiri dan
memiliki sensitifitas yang sangat pekat. Hal ini dikarenakan kebiasaan
mengeluh yang terus dia pertahankan dan kemungkinan besar dia juga
mengalami masalah yang tidak dapat dia selesaikan dikarenakan
kemamampuan fisik dan rohaninya yang terus mengalami penurunan. Alhasil,
sebagaimana dituliskan Trevor di atas, cenderung mengikuti pikirannya yang negatif dan enggan mendengarkan oranglain.
Para Ilmuwan di Friedrich Schiller University Jena, Jerman dalam Times of India, Senin (5/4/2010), dalam http://techno.okezone.com,
5/4/2010, terungkap bahwa mengucapkan kata-kata ungkapan rasa sakit
(mengeluh) akan memicu reaksi pada bagian otak yang menangani rasa
nyeri. Dilansir Times of India, Senin (5/4/2010), meski tidak
ada respons fisik secara langsung, para peneliti menduga bahwa mendengar
kata-kata negatif sebelum mengalami rasa sakit, potensial memperburuk
sensasi rasa sakit yang diderita. Lebih lanjut, Prof. Thomas Weiss,
selaku memimpin studi ini menyebutkan bahwa temuan timnya memperlihatkan
bahwa ‘kata’ itu sendiri memiliki kemampuan mengaktifkan matriks rasa
sakit di otak. Lebih lanjut, setelah memindai otak 16 partisipan dengan
pemindai fungsional Magnetic Resonance Imaging (fMRI), Weiss dan timnya
menemukan kesimpulan bahwa otak bereaksi ketika partisipan mengucapkan
kalimat bernada emosi negatif atau positif.
Sementara itu, berdasarkan
riset sederhana yang kami lakukan di Pondok Lansia Berdikari, BSD Griya
Loka Sektor 1.6, Jl. Kubis Blok A3/10, umumnya, (1) semakin
banyak/berat terbatasnya, semakin intens mengeluhnya. Kemudian, (2)
mereka yang lumpuh, dan kondisinya hanya terbaring diranjang dan kursi
roda jauh lebih sering mengeluh dibandingkan mereka yang tua namun masih
bisa jalan atau ke kamar mandi sendiri secara mandiri atau tanpa
bantuan orang lain yang merawatnya. Hasil kajian lanjut, juga (3) tak
jarang pula dari mereka (orang yang merawat) terpancing emosinya
lantaran intensnya keluhan dari lansia. Nah, inilah sekaligus sebagai
jawaban budaya kita,
jika keluh itu juga dianggap sebagai penyakit, yakni bermula dari
keluhat lansia, kini menular pada orang merawatnya juga (4) ikut-ikutan
mengeluh yang lahir dari sikap kesal terhadap lansia.
Berikut adalah pengamatan sederhana yang kami lakukan dalam menganalisa penyebab dominan lansia mengeluh:
TERUS MENURUNNYA TINGKAT KECERDASAN LANSIA
Salah satu akar masalah yang harus kita waspadai agar lansia tetap sehat, berguna dan mandiri adalah terus menjaga agar tingkat kecerdasan lansia tidak
mengalami penurunan. Meski tak 100% bisa, setidaknya usaha tersebut
sebatas menghambatnya. Apakah pentingnya? Kecerdasan itu berpengaruh
terhadap pertimbangan-pertimbangan perbuatan yang akan dilakukan lansia.
Di kala belum memasuki
lansia, dia mampu mempertimbangkan baik-baik jika ‘keluh’ itu dianggap
tidak baik. Lantaran kini sudah lansia, pertimbangan itu terus mengalami
penurunan dan akhirnya sedikit-sedikit mengaluh dianggapnya wajar saja. Apalagi rentan sakit-sakitan, semakin kuat pula dorongannya.
Cara yang paling efektif untuk mencegahnya berdasarkan treatment sederhana yang kami lakukan di Pondok Lansia adalah dengan memberinya (1) kesibukan. Kesibukan bisa berupa keterampilan, atau senam atau sejenisnya. Hasilnya cukup memuaskan, tingkat keluh-nya terus mengalami penurunan setelah di Pondok kami jalankan program href=’ http://ragamkegiatanpondoklansiaberdikari.blogspot.com/2014/04/demi-sehat-lansia-pondok-berdikari-buat.html’>Kerajinan
Kemoceng. Oma
atau opa yang semula mengeluh badannya sakit semua lantaran kaku
berdiam sendiri, kini mengaku lebih lentur karena banyak gerak dan tak
lagi hanya berdiam diri.
Cara berikutnnya untuk mencegah penurunan fungsi kerja kecerdasannya adalah dengan (2) sentuhan rohani.
Apakah pentingnya, setiap orang memiliki perasaan, perasaan kalem
umumnya ada sebab perasaan tersebut mudah tersentuh. Hasil pengamatan
sederhana kami, mereka yang suka mengeluh itu disebabkan model sebalikannya, yakni tidak mudah tersentuh. Kerohanian dari segi manfaaat adalah sebagai media yang berhubungan langsung dengan perasaan dan
mampu mempengaruhi mental seseorang. Sementara, mental mengeluh itu
disebabkan karena kurangnya sentuhan rohani. Setelah kami ujikan rohani
ke lansia yang suka mengeluh, terlebih-lebih dengan perlakuan kerohanian
secara mendalam (perbincangan prifat), lansia kembali sadar jika
mengeluh itu tidak baik.
Catatan: Meskipun treatment kerohanian ini pengaruhnya acap kali tidak bisa bertahan lama menjadi pedoman lansia (karena faktor perilaku dari lansia yang gampang sekali berubah-ubah/cepat lupa). Kemudian, cara yang paling efektif agar terus tertanam di dalam benaknya adalah jika lansia kedapatan mengeluh kembali adalah dengan secara intens melakukan kegiatan kerohanian dengannya. Agar tidak jenuh, kerohanian kami lakukan minimal seminggu dua kali.
Terakhir
(3) biarkan bakat alamiah lansia terus berkembang/dipertahankan. Segala
sesuatu jika kita lakukan itu menyenangkan, maka tidak akan mucul rasa
keluh. Demikian pula lansia, perawat/anak harus tahu benar kebiasaan apa
saja yang disukai oleh orangtua (selama kegiatan itu tidak hingga
menyita waktu dan lelahnya serta mengganggu kesehatannya). Semisal,
hobinya jogging. Biarkanlah hobi itu terus ada pada dirinya, tugas kita
hanyalah membatasi sewajarnya. Lansia senang, Anda pun tidak perlu stres
dibuat pusing lantaran sifatnya yang suka mengeluh. Kalau pun dia
mengeluh lantaran capek, dia akan menanggapinya dengan senyum. Beda
halnya jika Anda memaksakan bukan yang mereka inginkan, tentunya akan
lain. Bisa jadi, dia marah dan imbasnya kitalah yang direpotkan.
TERUS MENURUNNYA TINGKAT SEMANGAT LANSIA
Mungkin
cara yang kami terapkan sebagaimana kami telah ujikan di Pondok Lansia
dapat Anda terapkan pada orangtua Anda di rumah. Percaya atau tidak,
penyebab malasnya lansia selain dia cepat lelah lantaran penurunan fisik
hal itu disebabkan karena (1) sering makan terlalu kenyang. Nabi
Muhamad SAW sebagaimana dalam keyakinan orang muslim mengatakan
“makanlah ketika lapar dan berhentilah sebelum kenyang”. Ternyata memang
benar adanya. Lansia yang kami treatment
demikian, jauh dari malas. Kami selalu membiasakan lansia boleh makan
hanya tepat pada waktunya. Larangan ini sifatnya hanya himbauan, dan
tidak terlalu ketat kami lakukan. Meski demikian, hasilnya tetap
maksimal. Mereka jadi jarang jika pagi tidur-tiduran, dan lebih asyik
ngobrol bersama temannya dibandingkan hanya bolak-balik badan di atas
ranjang menunggu jam makan.
Selain
menjaga pola jam makannya, kami juga memperhatikan (2) makanan-makanan
yang dapat menyebabkan timbulnya rasa malas pada lansia. Seperti makanan
cepat saji, sebagaimana penelitian yang dilakukan sejumlah peneliti
Universitas California, Los Angeles, Amerika Serikat (UCLA) sebagaimana
dilangsir dalam tempo.co, 10/4/2014. Makanan cepat saji atau yang biasa
disebut junk food ternyata tidak hanya menjadi biang dari obesitas.
Hasilnya juga luar biasa, tanpa mereka sadar, dua hingga enam orang yang
semula pemalas, kini jauh lebih baik. Selain itu, (3) petugas juga
menjauhkan makanan yang mengandung zat kimia cukup pekat, seperti
mengurangi micin, kaldu, dan jenis-jenisan mie istant.
Terakhir,
yang kami jaga dari lansia agar dia tetap semangat adalah (4)
membiasakan/melarang lansia tiduran pada siang hari, terlebih-lebih pada
pagi hari. Mengapa demikian? Dari pengamatan langsung ke sejumlah
lansia yang ada di tempat kami, mayoritas mereka mengaku mengalami
kesulitan tidur pada malam hari. Setelah kami kaji lebih jauh, hal itu
disebabkan karena mereka telah melakukan tidur siang secara cukup.
Padahal, lansia adalah orang yang terus mengalami penurunan fisik dalam
hal ini adalah kenyamanan fisiknya. Terlalu lama berbaring di siang hari
dan kemudian melanjutkan di malan hari, tentunya hal itu sangat tidak
nyaman. Oleh karenanya, agar tidak mengeluh, kami mengingatkan dengan
hati-hati agar lansia yang juga memiliki perasaan sensitif ini tidak
tersinggung. Alhasil, saat malam datang, dan jam tidur tiba, panti kini
jadi sunyi tidak keluhan susah tidur lagi. Satu hal lagi manfaatnya,
lansia juga mengaku saat ini jika bangun tidur badannya jauh lebih segar
dibandingkan sebelumnya saat tidur malam, dia melakukan tidur siang
terlebih dahulu.
TERUS MENURUNNYA PERILAKU SABAR LANSIA
Paling
kentara untuk mengetahui lansia hobinya mengeluh atau tidak dapat
diketahui pada sub bahasan terus menurunnya rasa sabar pada lansia ini.
Pepatah lama mengatakan “Maksud hati merangkul gunung, apalah daya
tangan tak sampai”. Seperti contoh kasus pada lansia yang kini
kondisinya lumpuh, kami semua mengerti jika keinginannya adalah dapat
jalan kembali, ingin ke pasar belanja seperti muda dahulu, atau sekedar
jalan-jalan di sekitar rumah. Namun memang kondisi berkata lain, dan hal
yang mukin dia rasa sangat mudah ini menjadi sulit lantaran dia lumpuh.
Hal ini yang membuat lansia terus mengeluh dan mengeluh dengan kondisi
sakitnya. Tidak hanya itu, kondisi lainnya pun sama, seperti ingin makan
semaunya, bila perlu daging sapi/ayam, namun gigi ompong. Maksud hati
ingin bersepeda ria seperti di kala muda, namun apa daya, nafas sudah
engos-engosan. Ini adalah kondisi sulit yang sukar diterima lansia.
Apapun itu sulitnya, inilah tantangan kita jika menginginkan lansia
bahagia dengan masa tuanya.
Solusi
yang dapat kami tawarkan yang kami rasa berhasil ketika mengubah
perilaku yang demikian adalah menanamkan (1) pentingnya menanamkan pola
hidup sabar. Menyadarkan pentingnya memahami kondisi diri lansia, dan
menyadarkan jika sudah terlalu lama fisik digunakan dan kini tinggal
kemampuan menurunnya. Perlakuan (2) kerohonian melalui pengajian atau
prifat juga terus intens dilakukan untuk memberikan kekuatan mentalnya.
Mengapa demikian, yang paling sudah dikendalikan saat lansia mengeluh
adalah penolakan kondisi tua karena resistensi tua dari dalam
pikirannya. Hal ini yang menyebabkan lansia terkadang memancing emosi
yang merawat lantaran dia memunculkan perilaku keras kepala. Tidak hanya
menolak perilaku secara omongan, monolak tindakan pun tak jarang pula
dilakukan. Seperti mogok makan, mogok minum dan akhirnya dia sakit.
Ending-endingnya merepotkan kita yang merawatnya.
MUNCULNYA KETAKUTAN-KETAKUTAN TERHADAP SESUATU
Tahukan
anda penyebab lain kerap mengeluh adalah disaat dia memasuki usia
lansia, tiba-tiba mucul perasaan takut. Perasaan takut ini muncul
lantaran ada celah yang berlubang yang lupa dia tutup saat memasuki masa
tua. Celah inilah yang pada akhirnya memunculkan ketakutan-ketakutan
pada dirinya. (Bahasan secera terperinci tentang bagaimana menutup celah
tersebut dapat Anda baca pada tulisan saya sebelumnya href=’ http://sosbud.kompasiana.com/2014/05/24/mengatasi-lansia-depresi-penakut-tak-bisa-ditinggal-walau-sebentar-659428.html’>Mengatasi
Lansia Depresi
Sebagai
orang yang berada disamping lansia, menghadapi orangtua yang demikian
yang perlu kita tekankan padanya adalah rasa tegar (1) jika sudah lansia
bukanlah akhir segalanya. Selemah-lemahnya lansia, misalkan dia takut
tentang anak cucunya, kita dapat menyadarkan dia bahwa setidaknya masih
dapat mendoakan mereka agar lebih baik. Pentingnya menanamkan padanya
tentang (2) pentingnya regenerasi dan mempercayakan segala sesuatu pada
yang muda. Mengapa demikian? Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan,
sebagian besar lansia penakut, hal itu dikarenakan mereka belum dapat
menganggap jika anaknya mampu meneruskan perjuangannya, anggapan anak
belum mandiri, dan cemburu dengan anaknya kini lebih bahagia dengan
pasangan hidupnya dibandingkan menemani dirinya yang serba terbatas
kemampuannya dan anggapan merepotkan. Terakhir (3) dorongan secara
rohani hukumnya wajib dengan fungsi yang sama yakni memberikan kesadaran
pentinya memupuk rasa kekuatan mental menghadapi masa tua sebagaimana
saya telah jelaskan di atas.
MINIMNYA SADAR TUA
Sesungguhnya
mengamati lansia sungguh menarik, banyak hal yang dapat membuat kita
tersenyum di sana. Apakah anda dapat membayangkan jika umur kita sudah
menginjak 80 tahun namun masih memiliki keinginan menikah lagi. Sekarang
mungkin anda dengan lantang akan menjawab ‘tidak’. Jika suatu saat
nanti, mungkin akan berbeda. Jika pernikahan bagi kakek/nenek seusia itu
sangat penting, tidak kata lain ketika melihat lawan jenis yang dinilai
cocok selain mengeluh. Mengeluh ini tidak hanya di lisannya, namun juga
di bantinnya.
Pentingnya
menyadarkan adalah banyak sekali keinginan lansia tanpa didasari sadar
tua, akan tetapi oleh lansia terus digelorakan dalam hati. Dampaknya
tentu akan menyiksa si lansia itu sendiri. Berdasarkan hasil pengamatan
yang kami lakukan, lansia yang masih menyimpan ambisi menggebu-gebu itu
jauh lebih rentan sakit dibandingkan mereka yang biasa-biasa saja dalam
menyimpan keinginan.
Kasus
yang kami alami tidak hanya contoh ingin kawin di atas, kasus lain
seperti keinginan ingin bertemu keluarga, khususnya anak ini pujn sama
berdampak dapat memicu lansia rentan sakit. Gejala pasti demam, kemudian
merambah ke sakit yang lain lantaran menahan rindu pada anak.
Berdasarkan
pengalaman inilah, kami menekankan kepada kita semua untuk
memperhatikan lansia dengan keinginan khusus ini untuk lebih intens di
ajak berkomunikasi tentang pentingnya sadar tua. Mungkin mudah, jika
kita pernah mengalami, Anda akan mengacungkan jempol pada kami.
Demikian
artikel ini, semoga apa-apa yang disampaikan dapat bermanfaat bagi kita
semua. Kesimpulan akhirnya, setiap orang pasti tua jika mendapat
anugerah panjang umur, menjaga lansia tetap sehat, berguna dan mandiri
bukanlah perkara mudah, karena dibutuhkan kasabaran yang kuat disertai
ikhlas. Tujuan menjaga ini tidak hanya untuk si lansia, namun untuk kita
semua sebagai orang-orang yang mearawatnya agar tetap enjoi di
sampinya. (sosbud.kompasiana.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar