Selasa, 28 Maret 2017

Osteoporosis pada Lansia Bisa Dicegah dan Diobati



Bertambah usia membuat kondisi tubuh seseorang menjadi lebih rentan, termasuk tulang yang bertugas untuk menopang tubuh. Utamanya pada orang lansia, penyakit tulang keropos (osteoporosis) kerap menjadi problema. Orang dengan osteoporosis dapat mengalami patah tulang hanya dengan jatuh biasa saat melakukan kegiatan sehari-hari.
Osteoporosis adalah kelainan tulang di mana kekuatan dan kepadatan tulang berkurang, sehingga meningkatkan risiko terjadinya patah tulang. Secara umum terdapat dua jenis osteoporosis, yaitu:
  1. Osteoporosis primer, terjadi pada wanita pasca-menopause dan pada proses penuaan (senile osteoporosis)
  2. Osteoporosis sekunder, disebabkan adanya penyakit lain yang mendasari, sebagai contoh hipertiroid, hiperparatiroid, dan gagal ginjal.
Proses yang mendasari terjadinya osteoporosis adalah tidak seimbangnya antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang. Seiring dengan bertambahnya usia, proses resorpsi tulang lebih banyak dibandingkan pembentukan tulang. Pada wanita pasca menopause terjadi penurunan jumlah estrogen dalam tubuh. Perlu diketahui, estrogen merupakan salah satu penghambat terjadinya resorpsi tulang.
WANITA LEBIH MUDAH TERKENA OSTEOPOROSIS
Penelitian kepadatan tulang di Indonesia menyebutkan bahwa sebanyak 23% wanita berusia 50-80 tahun dan 53% wanita berusia 70-80 tahun mengidap osteoporosis. Risiko wanita mengidap osteoporosis empat kali lebih besar jika dibandingkan dengan pria.
Beberapa faktor risiko terjadinya osteoporosis adalah sebagai berikut:
  • Etnik Kaukasia dan Asia
  • Riwayat keluarga dengan osteoporosis
  • Menopause lebih awal
  • Riwayat histerektomi
  • Anoreksia
  • Kurang mengonsumsi kalsium
  • Tidak olah raga
  • Minum alkohol dan merokok
GEJALA OSTEOPOROSIS
Tidak ada gejala pada tahap awal terjadinya osteoporosis. Nyeri biasanya terjadi bila sudah disertai patah tulang atau retak. Tulang yang sering patah adalah tulang daerah punggung, pergelangan tangan, dan panggul. Nyeri punggung, postur tubuh bungkuk, berkurangnya tinggi badan adalah beberapa gejala dan tanda osteoporosis yang dapat ditemui.
DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis osteoporosis, saat ini digunakan dual energy x-ray absorptiometry (DXA) sebagai alat untuk mengukur kepadatan tulang secara akurat. Kepadatan tulang yang dinilai adalah di daerah tulang punggung, pergelangan tangan dan panggul. Berdasarkan kriteria
WHO, pada pengukuran kepadatan tulang dengan DXA, seseorang dikatakan osteoporosis jika didapat T score < -2,5.
BAGAIMANA CARA MENCEGAH OSTEOPOROSIS?
Upaya pencegahan osteoporosis dapat dilakukan dengan menjaga asupan kalsium dan Vitamin D yang cukup, serta melakukan olah raga teratur. Kalsium merupakan mineral yang banyak disimpan di tulang dan berfungsi menjaga kekuatan tulang. Sedangkan Vitamin D berperan meningkatkan absorpsi kalsium ke tubuh. Dari beberapa penelitian membuktikan bahwa konsumsi kalsium 1.200 mg dan 800 IU Vitamin D setiap hari efektif untuk mencegah osteoporosis pada orang usia di atas 50 tahun.
Sumber pangan yang tinggi kandungan kalsium antara lain susu, yoghurt dan keju. Vitamin D sendiri bisa didapat secara alami dari sinar matahari pagi, makanan hasil laut, dan kuning telur. Saat ini kandungan produk susu sudah ditambah dengan Vitamin D. Bila konsumsi sehari-hari tidak tercukupi dapat dibantu dengan suplemen kalsium dan Vitamin D.
PENDERITA OSTEOPOROSIS PERLU DIOBATI
Tujuan pengobatan adalah untuk meningkatkan kepadatan tulang dan menurunkan risiko patah tulang. Pasien yang telah didiagnosis menderita osteoporosis akan mendapat tambahan beberapa obat. Beberapa jenis obat itu antara lain:
Biphosphonate
Obat jenis ini berfungsi memperlambat laju kerja sel-sel yang meluruhkan tulang (osteoclast). Ada berbagai jenis biphosponate, antara lain: alendronate, etidronate, ibandronate, risendronate, dan asam zolendronate.
Strontium Ranelate
Obat ini dikonsumsi dalam bentuk bubuk yang dilarutkan ke dalam air. Strontium Ranelate memicu kerja sel-sel yang membentuk jaringan tulang baru (osteoblasts)
Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMs)
SERMs menjaga kepadatan tulang dan mengurangi risiko patah tulang, terutama pada tulang punggung.
Calcitonin
Calcitonin adalah hormone yang diproduksi oleh kelenjar tiroid yang berfungsi  menghambat kerja sel osteoclast. Karena efek kerjanya yang kecil dalam mengurangi risiko patah tulang, obat ini jarang digunakan sebagai terapi awal. Biasanya obat ini dikombinasi dengan obat lain, terutama saat terjadi patah tulang punggung baru, karena calcitonin memiliki efek analgesik ringan.
Terapi penggantian hormon
Terapi ini ditujukan bagi wanita dalam masa menopause untuk menjaga kepadatan tulang dan mengurangi risiko keretakan selama pengobatan. Namun saat ini hampir tidak lagi digunakan karena berisiko memicu timbulnya beberapa penyakit lain seperti kanker payudara, kanker endometrium, dan stroke
dr. Muhammad Wahyudi, Sp. OT
Dokter Spesialis Bedah Ortopedi dan Traumatologi
RS Pondok Indah-Pondok Indah
- See more at: http://www.rspondokindah.co.id/id/health-articles/detail/97/osteoporosis-pada-lansia-bisa-dicegah-dan-diobati#sthash.mttE1O0I.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar