Sabtu, 09 April 2016

Pemerintah Didesak Realisasikan Dana Pensiun Buruh

\Pemerintah Didesak Realisasikan Dana Pensiun Buruh\

(Foto: Okezone)
Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla didesak segera menyelesaikan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Jaminan Pensiun. Sesuai amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), program Jaminan Pensiun akan mulai dilaksanakan paling lambat 1 Juli 2016.
"Jaminan Pensiun sebagai program baru yang diamanatkan UU merupakan program wajib yang harus diberikan pemberi kerja kepada para pekerjanya. Dan tentunya Jaminan Pensiun ini akan menjadi tumpuan harapan kesejahteraan pekerja/buruh ketika memasuki usia pensiun," kata Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia, Timboel Siregar, saat mengisi workshop di Yogyakarta.
Menurutnya, dengan belum selesainya RPP Jaminan Pensiun, maka pemerintah telah melanggar Pasal 70 UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Peraturan itu menyatakan peraturan pelaksana tekait BPJS Ketenagakerjaan harus selesai paling lambat dua tahun sejak UU tersebut diundangkan, yaitu 25 Nopember 2013.
"Belum selesainya PP Jaminan Pensiun tersebut tidak lepas dari perdebatan dari ketiga aktor hubungan industrial, yaitu pemerintah, Asosiasi Pengusaha (Apindo) dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB). Kalangan SP/SB menginginkan iuran jaminan pensiun sebesar 15 persen dari upah dengan komposisi iuran 10 persen dari pemberi kerja dan 5 persen. Sementara kalangan Apindo masih menolak iuran 8 persen karena diyakini akan menambah kewajiban pengusaha untuk labour cost," jelasnya.
Dia menambahkan, dalam draf RPP Jaminan Pensiun, pemerintah menetapkan iuran jaminan pensiun sebesar 8 persen dengan komposisi pemberi kerja 5 persen dan pekerja 3 persen. Iuran ini akan ditinjau secara periodik paling lama lima tahun berdasarkan pertimbangan demografi, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan usia harapan hidup.
"Walaupun usulan pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja sudah dituangkan dalam RPP Jaminan Pensiun tersebut namun Kementerian Keuangan masih belum menyetujui iuran 8 persen itu, dengan alasan bahwa jumlah iuran tersebut akan membebani APBN di tahun-tahun mendatang ketika sudah ada pekerja yang memasuki usia pensiun," tukasnya.
(http://economy.okezone.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar