Jumat, 30 Januari 2015

Mengisi Masa Pensiun dengan Pekerjaan Seumur Hidup

Apakah kita akan menjadi tua dengan kesendirian dan kesepian kita, ataukah kita ingin menjadi tua dalam keproduktifan kita? Jawabannya adalah tergantung pilihan kita masing-masing. Apapun yang kita pilih, itulah yang akan dan mesti kita jalani nanti ketika sudah memasuki masa pensiun. Sebenarnya, menurut hemat saya, bekal di hari tua sudah bisa dibangun dari sekarang.
Bagi mereka yang kaya raya, serta bergelimang harta kekayaan tentu saja masa tua bukan suatu masalah. Uang bukan suatu masalah. Akan tetapi, bukankah uang juga tidak akan menjamin kita bisa produktif atau tidak. Kalau kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan dengan kekayaan yang kita miliki, itu sama saja dengan anak ayam yang hidup kelaparan di lumbung beras. Dia tidak tahu untuk apa beras yang berlimpah tersebut.
Nah, di sisi lain, bagi mereka yang memiliki gaji pas-pasan, atau katakanlah kaum pekerja menengah ke bawah, sudah barang tentu masa pensiun adalah masa-masa yang setidaknya membersitkan rasa khawatir. Masa-masa di mana kita tidak lagi mendapatkan gaji bulanan. Masa di mana mungkin saja kita berpikiran untuk menghabiskannya lebih banyak waktu di rumah saja. Tidak ke mana-mana dan tidak berbuat apa-apa lagi.
Bagi saya pribadi, kita harusnya tetap produktif di masa tua. Kita masih bisa melakukan sesuatu, baik itu demi mendapatkan pemasukan, maupun sebagai pengisi waktu luang. Lantas apa kira-kira pendapat saya untuk mengisi masa pensiun secara produktif? Saran saya ini, kenapa tidak mencoba untuk menjadi penulis yang aktif serta produktif? Menjadi penulis itu adalah sebuah pekerjaan yang mulia, menguntungkan, dan tidak dibatasi usia. Pekerjaan sebagai penulis adalah pekerjaan seumur hidup. Selama Tuhan masih memberikan kita hidup dan ide tulisan, maka selama itu pulalah pekerjaan menulis dapat terus kita tekuni.
Tapi perlu kita ingat, bahwa pekerjaan ini harus digarap dan dilakukan serius. Kalau seumpamanya saat ini adalah masa produktif kita bekerja di kantor sebagai pegawai swasta, maupun sebagai pegawai pemerintah, dan menulis hanya sebagai sampingan kita. Maka pada usia pensiun, niscaya itu akan terbalik. Menulis dan menerbitkan buku adalah pekerjaan utama kita. Untuk itulah, sebelum kita pensiun sebetulnya kita sudah harus belajar menulis dengan baik, serta berusaha menjadikan menulis itu sebagai passion kita. Sesungguhnya tidak ada kata mustahil bila segala sesuatu itu kita jalani, tekuni, dan kerjakan dengan sungguh-sungguh. Maka ketika kita sudah pensiun, dengan sendirinya kita sudah bisa produktif menulis dan menerbitkan buku demi buku.
Kini, dengan perkembangan dunia teknologi dan informasi yang begitu pesatnya, kita dapat dengan mudahnya menemukan penerbit-penerbit self publishing yang dapat kita pakai, bila seumpamanya sulit untuk berkarya lewat penerbit-penerbit besar. Pada saat kita sudah pensiun, tentu kita punya banyak waktu untuk memusatkan pikiran serta kinerja kita dalam menerbitkan buku. Termasuk menghubungi berbagai penerbit yang ada.
Kalau saja kita mampu membuat satu atau dua buku dalam satu bulan, dan buku kita laku di pasaran, saya kira secara keuangan kita akan tetap cukup bahkan lebih. Apalagi kalau kita terus meneruskan menghasilkan buku yang menarik untuk dibaca dan terjual di pasaran. Dalam satu tahun kita bisa menghasilkan 12-24 buku, bahkan bisa lebih. Itulah juga yang sudah menjadi rencana saya nantinya.
Mari kita lihat penulis-penulis hebat dan karya-karya mereka menjadi best seller abadi, mereka itu semakin produktif setelah mencapai usia pensiun. Sebut saja Sidney Sheldon yang terus menulis bahkan ketika usianya sudah uzur, ia pun mengatakan “I never stopped working” . Saya tidak akan pernah berhenti bekerja. Atau juga Agatha Christie yang menjadi penulis novel produktif sampai usia tuanya. Serta penulis-penulis lanjut usia lainnya, yang masih terus produktif walau sudah dimakan usia, seperti juga salah satu penulis tertua di dunia, Ida Pollock. Penulis novel The Runaway itu masih menulis di usianya yang sudah 104 tahun. Menakjubkan. Ternyata, menulis memang adalah pekerjaan seumur hidup. Dan pekerjaan tersebut bukan hanya mendatangkan keuntungan materi semata, tapi juga mendatangkan kesenangan dan kegembiraan tentunya. Pengisi masa pensiun yang luar biasa menyenangkan.
Apakah Menulis dan Menerbitkan Buku Memang Menguntungkan?
Tidak ada keberhasilan tanpa sebuah kerja keras. Tidak pula akan ada keberuntungan tanpa usaha nyata. Menulis dan menerbitkan buku di masa-masa pensiun tentu memberikan kita kesempatan untuk tetap produktif, terlepas dari apakah itu menjadikan kita kaya atau tidak. Paling tidak, kita tidak membuang waktu untuk sesuatu yang unproductive, misalnya hanya tidur-tiduran saja dan atau duduk di kursi goyang sepanjang hari. Nah, di lain sisi, tentu menjadi penulis buku dapat memberikan keuntungan materi. Lalu mungkin ada yang bertanya berapa sih keuntungan menjadi seorang penulis?
Berapa yang akan kita peroleh tentu bergantung dari seberapa laris buku yang terjual, dan seberapa banyak buku yang kita hasilkan. Setelah saya pelajari sana sini, maka secara sederhana untuk satu buku yang kita hasilkan maka hitungan kasarnya adalah seperti ini: Bila kita menulis sebuah buku tipis (sekitar 100 halaman) dengan harga jual Rp 25 ribu lantas kemudian dicetak pertama sebanyak 7.000 eksemplar. Selanjutnya, dengan menggunakan royalti standar penerbitan di Indonesia yakni sebesar 10 %, maka royalty yang akan kita terima bilamana buku tersebut terjual semuanya adalah Rp 25.000 x 10 %, maka hasilnya adalah Rp 2.500,- per eksemplar, dan dikalikan 7000 eksemplar yang terjual itu. Berapa hasilnya? Betul sekali, hasil yang kita peroleh adalah sebesar Rp 17.500.000,- (belum dipotong pajak). Itu baru untuk satu buku dalam satu tahun lho. Kalau kita menulis lebih dari dua buku tentu hasilnya akan lebih besar lagi. Bagaimana kalau 10 buku? Silahkan dihitung sendiri. Memang apa yang kita dapat bisa lebih kurang dari itu, tapi juga bisa lebih banyak. Seperti yang sudah saya katakan, yaitu tergantung seberapa laris buku kita.
Jadi tunggu apa lagi, bersegeralah untuk mempersiapkan diri menghadapi pensiun nanti dengan beralih profesi menjadi seorang penulis. Tekunilah pekerjaan itu dengan serius, dan semoga saja hasil yang diperoleh akan maksimal. Baik demi kepuasan batin, dan tentu saja ‘kepuasan dompet’. Masa pensiun tidak perlu disikapi dengan rasa ketakutan dan kekhawatiran. Seperti pepatah kuno yang mengatakan ‘Many ways to Rome’ atau banyak jalan ke Roma, maka ada banyak cara mengisi masa pensiun. Indeed, I recommend you to be a writer. Cheers!—Michael Sendow—
(http://sosbud.kompasiana.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar