Gambar pinjam |
Begitu kerasnya kehidupan? Sampai-sampai saya juga pernah ‘merasa’ ketakutan menghadapi masa depan. Tapi sungguh, dari temuan kisah hidup orang-orang sekitar saya yang kini masih mencari sebongkah berlian akan memantik semangat saya untuk terus berkarya dan merajut kesejahteraan di usia muda.
Ada dua keluarga yang ingin saya ceritakan di sini, semoga kita bisa mengambil hikmah dari perjalanan hidup mereka, adakah yang salah dengan kehidupan produktif-nya dulu? Sekarang, di usianya yang sudah tua harus memikul ‘beban’ yang tidak ringan.
Pertama, keluarga Kang Joko (bukan nama sebenarnya), pengalaman beliau di usia muda tidak diragukan lagi. Untuk skala orang desa, mungkin beliau lah yang tidak miskin pengetahuan. Terlebih puluhan tahun bekerja di Brunei Darussalam. Pernah menjadi supir dan kedua tangannya begitu terampil membuat kerajinan. Setiap saya pancing diskusi, beliau cukup antusias. Intensitas pertemuan saya dengan beliau tidak terlalu sering. Meski tetangga, beliau tidak pernah ada di rumah. Usianya 50-an, tepatnya saya lupa. Beliau mengais rejeki sebagai penjual pentol di Surabaya.
Jika saya melihat keluarga beliau, ingin rasanya menitikkan air mata. Istri Kang Joko sekarang menjadi TKW di Brunei Darussalam, tempat di mana sang suami bekerja. Aneh memang, dilihat dari usia, seharusnya sudah tidak diperbolehkan lagi namun karena si juragan membutuhkan pekerja akhirnya istrinya ngotot berangkat. Kenapa ngotot? Karena sebenarnya kang Joko sudah tidak mengizinkan sang istri berangkat.
Dalam hidup kita memang harus cermat dan hati-hati dalam mengambil keputusan. Dulu, di saat kang Joko Berjaya. Sepulang dari Brunei membawa uang yang sangat buanyak. Hasil kerja keras puluhan tahun di negeri orang. Kebanyakan orang desa yang kerja jadi TKI selalu dipandang wah. Tapi nyatanya, tidak selalu demikian jika tidak bisa mengatur keuangan. Demikian juga kang Joko.
Dari cerita orang-orang terdekat, kang Joko dan istri dulu sombongnya minta ampun. Kedua putrinya dititipkan mbah lantaran ditinggal kerja (saat itu, istrinya juga bekerja). Pulang dari Berunei, rumah kecilnya dibongkar habis-habisan dan disulap jadi gede, luas nan kokoh. Pasti deh, orang yang lewat depan rumahnya akan berdecak kagum.
Selang beberapa bulan, tanpa mereka sadari, mereka kembali ‘miskin’. Karena sudah tidak bisa lagi ke luar negeri, kang Joko merantau ke Jakarta. Dewi fortuna tak kunjung juga hingga pilihan terakhir sampai sekarang, beliau berjualan pentol dengan menggunakan sepeda ontel. Tak ada satu pun aset usaha yang beliau miliki, yang ada hanyalah rumah besar yang kini sudah tidak berpenghuni. Putri pertama sudah menikah dan putri kedua masih di asrama sekolah. Masalah finansial masih saja terus menghantui keluarga ini. terlebih, ujian yang trakhir di dapat, cucu kang Joko lahir dalam keadaan cacat fisik.
Kesombongan dulu itu runtuh dengan sendirinya di saat usianya yang sudah renta, kini masih ‘bingung’ mencari penghidupan yang layak.
Kedua adalah keluarga paman saya sendiri, hampir sama. Sang istri yang dulu pernah menjadi TKW di Arab Saudi kini hidup ‘pas-pasan’. Saya kadang kasihan lihat paman, badannya kurus tidak terurus. Kerja srabutan dan belum ada satu dari ke empat anaknya yang ‘mentas’ finansial. Saat masa jaya, mereka sangat sombong, membanggakan keempat anaknya yang pintar dan cerdas. Mereka juga sering menjibir orang-orang termasuk saya. Maaf, bukannya di sini saya membeberkan kejelekan orang tapi saya ingin mengajak anda nanti menyimpulkan dari kisah kehidupan.
Harapannya, kelak kita bisa bersikap dengan bijak.
Selalu ada cerita di balik perputaran roda kehidupan, tinggal sejauh mana kita bisa mengambil hikmah. Jika kita sekarang tengah berada di puncak, janganlah mendongakan kepala, selalu lah berbuat kebaikan, berbagi rizki. Kelak, jika berada di putaran roda paling bawah. Kita selalu mendapat pertolongan Allah dan mendapat rizki yang berlimpah di hari tua kita nanti, salah satunya kesuksesan anak-anak. (http://nurulhabeeba.blogspot.com/2)
Ada dua keluarga yang ingin saya ceritakan di sini, semoga kita bisa mengambil hikmah dari perjalanan hidup mereka, adakah yang salah dengan kehidupan produktif-nya dulu? Sekarang, di usianya yang sudah tua harus memikul ‘beban’ yang tidak ringan.
Pertama, keluarga Kang Joko (bukan nama sebenarnya), pengalaman beliau di usia muda tidak diragukan lagi. Untuk skala orang desa, mungkin beliau lah yang tidak miskin pengetahuan. Terlebih puluhan tahun bekerja di Brunei Darussalam. Pernah menjadi supir dan kedua tangannya begitu terampil membuat kerajinan. Setiap saya pancing diskusi, beliau cukup antusias. Intensitas pertemuan saya dengan beliau tidak terlalu sering. Meski tetangga, beliau tidak pernah ada di rumah. Usianya 50-an, tepatnya saya lupa. Beliau mengais rejeki sebagai penjual pentol di Surabaya.
Jika saya melihat keluarga beliau, ingin rasanya menitikkan air mata. Istri Kang Joko sekarang menjadi TKW di Brunei Darussalam, tempat di mana sang suami bekerja. Aneh memang, dilihat dari usia, seharusnya sudah tidak diperbolehkan lagi namun karena si juragan membutuhkan pekerja akhirnya istrinya ngotot berangkat. Kenapa ngotot? Karena sebenarnya kang Joko sudah tidak mengizinkan sang istri berangkat.
Dalam hidup kita memang harus cermat dan hati-hati dalam mengambil keputusan. Dulu, di saat kang Joko Berjaya. Sepulang dari Brunei membawa uang yang sangat buanyak. Hasil kerja keras puluhan tahun di negeri orang. Kebanyakan orang desa yang kerja jadi TKI selalu dipandang wah. Tapi nyatanya, tidak selalu demikian jika tidak bisa mengatur keuangan. Demikian juga kang Joko.
Dari cerita orang-orang terdekat, kang Joko dan istri dulu sombongnya minta ampun. Kedua putrinya dititipkan mbah lantaran ditinggal kerja (saat itu, istrinya juga bekerja). Pulang dari Berunei, rumah kecilnya dibongkar habis-habisan dan disulap jadi gede, luas nan kokoh. Pasti deh, orang yang lewat depan rumahnya akan berdecak kagum.
Selang beberapa bulan, tanpa mereka sadari, mereka kembali ‘miskin’. Karena sudah tidak bisa lagi ke luar negeri, kang Joko merantau ke Jakarta. Dewi fortuna tak kunjung juga hingga pilihan terakhir sampai sekarang, beliau berjualan pentol dengan menggunakan sepeda ontel. Tak ada satu pun aset usaha yang beliau miliki, yang ada hanyalah rumah besar yang kini sudah tidak berpenghuni. Putri pertama sudah menikah dan putri kedua masih di asrama sekolah. Masalah finansial masih saja terus menghantui keluarga ini. terlebih, ujian yang trakhir di dapat, cucu kang Joko lahir dalam keadaan cacat fisik.
Kesombongan dulu itu runtuh dengan sendirinya di saat usianya yang sudah renta, kini masih ‘bingung’ mencari penghidupan yang layak.
Kedua adalah keluarga paman saya sendiri, hampir sama. Sang istri yang dulu pernah menjadi TKW di Arab Saudi kini hidup ‘pas-pasan’. Saya kadang kasihan lihat paman, badannya kurus tidak terurus. Kerja srabutan dan belum ada satu dari ke empat anaknya yang ‘mentas’ finansial. Saat masa jaya, mereka sangat sombong, membanggakan keempat anaknya yang pintar dan cerdas. Mereka juga sering menjibir orang-orang termasuk saya. Maaf, bukannya di sini saya membeberkan kejelekan orang tapi saya ingin mengajak anda nanti menyimpulkan dari kisah kehidupan.
Harapannya, kelak kita bisa bersikap dengan bijak.
Selalu ada cerita di balik perputaran roda kehidupan, tinggal sejauh mana kita bisa mengambil hikmah. Jika kita sekarang tengah berada di puncak, janganlah mendongakan kepala, selalu lah berbuat kebaikan, berbagi rizki. Kelak, jika berada di putaran roda paling bawah. Kita selalu mendapat pertolongan Allah dan mendapat rizki yang berlimpah di hari tua kita nanti, salah satunya kesuksesan anak-anak. (http://nurulhabeeba.blogspot.com/2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar