Apakah kita akan menjadi tua dengan kesendirian
dan kesepian kita, ataukah kita ingin menjadi tua dalam keproduktifan
kita? Jawabannya adalah tergantung pilihan kita masing-masing. Apapun
yang kita pilih, itulah yang akan dan mesti kita jalani nanti ketika
sudah memasuki masa pensiun. Sebenarnya, menurut hemat saya, bekal di
hari tua sudah bisa dibangun dari sekarang.
Bagi mereka yang kaya raya, serta bergelimang harta
kekayaan tentu saja masa tua bukan suatu masalah. Uang bukan suatu
masalah. Akan tetapi, bukankah uang juga tidak akan menjamin kita bisa
produktif atau tidak. Kalau kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan
dengan kekayaan yang kita miliki, itu sama saja dengan anak ayam yang
hidup kelaparan di lumbung beras. Dia tidak tahu untuk apa beras yang
berlimpah tersebut.
Nah, di sisi lain, bagi mereka yang memiliki gaji
pas-pasan, atau katakanlah kaum pekerja menengah ke bawah, sudah barang
tentu masa pensiun adalah masa-masa yang setidaknya membersitkan rasa
khawatir. Masa-masa di mana kita tidak lagi mendapatkan gaji bulanan.
Masa di mana mungkin saja kita berpikiran untuk menghabiskannya lebih
banyak waktu di rumah saja. Tidak ke mana-mana dan tidak berbuat apa-apa
lagi.
Bagi saya pribadi, kita harusnya tetap produktif di
masa tua. Kita masih bisa melakukan sesuatu, baik itu demi mendapatkan
pemasukan, maupun sebagai pengisi waktu luang. Lantas apa kira-kira
pendapat saya untuk mengisi masa pensiun secara produktif? Saran saya
ini, kenapa tidak mencoba untuk menjadi penulis yang aktif serta
produktif? Menjadi penulis itu adalah sebuah pekerjaan yang mulia,
menguntungkan, dan tidak dibatasi usia. Pekerjaan sebagai penulis adalah
pekerjaan seumur hidup. Selama Tuhan masih memberikan kita hidup dan
ide tulisan, maka selama itu pulalah pekerjaan menulis dapat terus kita
tekuni.
Tapi perlu kita ingat, bahwa pekerjaan ini harus
digarap dan dilakukan serius. Kalau seumpamanya saat ini adalah masa
produktif kita bekerja di kantor sebagai pegawai swasta, maupun sebagai
pegawai pemerintah, dan menulis hanya sebagai sampingan kita. Maka pada
usia pensiun, niscaya itu akan terbalik. Menulis dan menerbitkan buku
adalah pekerjaan utama kita. Untuk itulah, sebelum kita pensiun
sebetulnya kita sudah harus belajar menulis dengan baik, serta berusaha
menjadikan menulis itu sebagai passion
kita. Sesungguhnya tidak ada kata mustahil bila segala sesuatu itu kita
jalani, tekuni, dan kerjakan dengan sungguh-sungguh. Maka ketika kita
sudah pensiun, dengan sendirinya kita sudah bisa produktif menulis dan
menerbitkan buku demi buku.
Kini, dengan perkembangan dunia teknologi dan
informasi yang begitu pesatnya, kita dapat dengan mudahnya menemukan
penerbit-penerbit self publishing yang dapat kita pakai,
bila seumpamanya sulit untuk berkarya lewat penerbit-penerbit besar.
Pada saat kita sudah pensiun, tentu kita punya banyak waktu untuk
memusatkan pikiran serta kinerja kita dalam menerbitkan buku. Termasuk
menghubungi berbagai penerbit yang ada.
Kalau saja kita mampu membuat satu atau dua buku
dalam satu bulan, dan buku kita laku di pasaran, saya kira secara
keuangan kita akan tetap cukup bahkan lebih. Apalagi kalau kita terus
meneruskan menghasilkan buku yang menarik untuk dibaca dan terjual di
pasaran. Dalam satu tahun kita bisa menghasilkan 12-24 buku, bahkan bisa
lebih. Itulah juga yang sudah menjadi rencana saya nantinya.
Mari kita lihat penulis-penulis hebat dan karya-karya mereka menjadi best seller
abadi, mereka itu semakin produktif setelah mencapai usia pensiun.
Sebut saja Sidney Sheldon yang terus menulis bahkan ketika usianya sudah
uzur, ia pun mengatakan “I never stopped working”
. Saya tidak akan pernah berhenti bekerja. Atau juga Agatha Christie
yang menjadi penulis novel produktif sampai usia tuanya. Serta
penulis-penulis lanjut usia lainnya, yang masih terus produktif walau
sudah dimakan usia, seperti juga salah satu penulis tertua di dunia, Ida
Pollock. Penulis novel The Runaway
itu masih menulis di usianya yang sudah 104 tahun. Menakjubkan.
Ternyata, menulis memang adalah pekerjaan seumur hidup. Dan pekerjaan
tersebut bukan hanya mendatangkan keuntungan materi semata, tapi juga
mendatangkan kesenangan dan kegembiraan tentunya. Pengisi masa pensiun
yang luar biasa menyenangkan.
Apakah Menulis dan Menerbitkan Buku Memang Menguntungkan?
Tidak ada keberhasilan tanpa sebuah kerja keras. Tidak pula akan ada keberuntungan tanpa usaha nyata. Menulis
dan menerbitkan buku di masa-masa pensiun tentu memberikan kita
kesempatan untuk tetap produktif, terlepas dari apakah itu menjadikan
kita kaya atau tidak. Paling tidak, kita tidak membuang waktu untuk
sesuatu yang unproductive,
misalnya hanya tidur-tiduran saja dan atau duduk di kursi goyang
sepanjang hari. Nah, di lain sisi, tentu menjadi penulis buku dapat
memberikan keuntungan materi. Lalu mungkin ada yang bertanya berapa sih keuntungan menjadi seorang penulis?
Berapa yang akan kita peroleh tentu bergantung dari
seberapa laris buku yang terjual, dan seberapa banyak buku yang kita
hasilkan. Setelah saya pelajari sana sini, maka secara sederhana untuk
satu buku yang kita hasilkan maka hitungan kasarnya adalah seperti ini:
Bila kita menulis sebuah buku tipis (sekitar 100 halaman) dengan harga
jual Rp 25 ribu lantas kemudian dicetak pertama sebanyak 7.000
eksemplar. Selanjutnya, dengan menggunakan royalti standar penerbitan
di Indonesia yakni sebesar 10 %, maka royalty yang akan kita terima
bilamana buku tersebut terjual semuanya adalah Rp 25.000 x 10 %, maka
hasilnya adalah Rp 2.500,- per eksemplar, dan dikalikan 7000 eksemplar
yang terjual itu. Berapa hasilnya? Betul sekali, hasil yang kita peroleh
adalah sebesar Rp 17.500.000,- (belum dipotong pajak). Itu baru untuk satu buku dalam satu tahun lho. Kalau
kita menulis lebih dari dua buku tentu hasilnya akan lebih besar lagi.
Bagaimana kalau 10 buku? Silahkan dihitung sendiri. Memang apa yang kita
dapat bisa lebih kurang dari itu, tapi juga bisa lebih banyak. Seperti
yang sudah saya katakan, yaitu tergantung seberapa laris buku kita.
Jadi tunggu apa lagi, bersegeralah untuk
mempersiapkan diri menghadapi pensiun nanti dengan beralih profesi
menjadi seorang penulis. Tekunilah pekerjaan itu dengan serius, dan
semoga saja hasil yang diperoleh akan maksimal. Baik demi kepuasan
batin, dan tentu saja ‘kepuasan dompet’. Masa pensiun tidak perlu
disikapi dengan rasa ketakutan dan kekhawatiran. Seperti pepatah kuno
yang mengatakan ‘Many ways to Rome’ atau banyak jalan ke Roma, maka ada banyak cara mengisi masa pensiun. Indeed, I recommend you to be a writer. Cheers!—Michael Sendow—
(http://sosbud.kompasiana.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar