Salah satu dinamika penduduk yang menuntut perhatian
sangat serius dari negara adalah perubahan komposisi penduduk, utamanya
perubahan penduduk lanjut usia, baik dari jumlah absolut, maupun relatif. Hal
tersebut terkait dengan implikasi baik ekonomi sosial maupun kesehatan lansia.
Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk
yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Lansia termasuk dalam kategori
penduduk rentan dilihat dari kemunduran dari segi fisik, psikologis, sosial,
eknomi dan kesehatan sehingga mereka terlindung oleh jaminan sosial. Hal ini
tertulis dalam UU No. 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial yang diberikan
dalam bentuk asuransi kesejahteraan sosial dan bantuan langsung berkelanjutan.
Penduduk Lansia (usia 60 +) di seluruh dunia
diproyeksi akan tumbuh dengan sangat cepat bahkan tercepat dibanding
kelompok usia lainnya. Diperkirakan mulai tahun 2010 yang lalu telah terjadi
ledakan jumlah penduduk lanjut usia. Hasil prediksi menunjukkan bahwa
persentase penduduk lanjut usia akan mencapai 9,77 persen dari total penduduk
pada tahun 2010 dan menjadi 11,34 persen pada tahun 2020.
Perubahan jumlah penduduk lansia perlu direspon secara
tepat karena jika tidak, maka akan menimbulkan persoalan yang sangat serius.
Hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa penduduk lansia memiliki pengaruh
besar dalam permbangunan sosial ekonomi suatu Negara.
Disamping itu lansia memilki hak baik hak politik,
sosial maupun ekonomi yang harus dipenuhi. Hal ini nampaknya belum sepenuhnya
direspon oleh pemerintah secara baik. Oleh karenanya diperlukan suatu rumusan
kebijakan mengenai lansia yang mampu merespon kondisi yang ada. Dalam rangka
itulah, pemerintah membentuk Komisi Nasional Lanjut Usia yang disahkan
berdasarkan Kepres No. 52 tahun 2004 yang memiliki tugas tuntuk mengkoordinasi
segala upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
Bab I Pasal 1 UU Nomor 13 tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia, juga menjelaskan bahwa pemberdayaan lansia perlu
diupayakan lintas sektor dan bersifat terpadu. Arah pemberdayaan tersebut
diperlukan untuk mengurangi kemiskinan, mendapatkan jaminan kesehatan yang
lebih baik, dan mendukung kehidupan sosial masyarakat agar lebih berpartisipasi
dalam pembangunan. Selain itu, salah satu indikator keberhasilan pembangunan
adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin
meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk lanjut
usia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Dengan demikian, peningkatan jumlah penduduk lanjut
usia menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan sekaligus sebagai
tantangan dalam pembangunan. Keberhasilan karena peningkatan jumlah lansia
merupakan dampak dari peningkatan usia harapan hidup, sementara sebagai
tantangan peningkatan jumlah lansia akan menimbulkan permasalahan penting. Bila
permasalahan tersebut tidak diantisipasi, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa
proses pembangunan akan mengalami berbagai hambatan. Oleh sebab itu,
permasalahan lanjut usia harus menjadi perhatian kita semua, baik pemerintah,
lembaga masyarakat maupun masyarakat itu sendiri. Untuk menjadi lanjut usia
yang sehat, produktif dan mandiri, kita harus mulai dengan pola hidup sehat dan
mempersiapkan masa lanjut usia secara lebih baik. Dengan demikian, sasaran dari
permasalahan lansia tidak hanya lansia itu sendiri, tetapi juga penduduk usia
muda. Pola hidup sehat harus diterapkan sejak usia dini, bahkan sejak dalam
kandungan.
Faktor Demografi yang menyebabkan Penuaan Penduduk
|
Peningkatan jumlah penduduk usia lanjut dari tahun ke tahun hampir di
setiap negara di dunia, termasuk di Indonesia, dikarenakan terjadinya transisi
demografi. Transisi demografi ini ditandai dengan penurunan angka kematian yang
kemudian disusul dengan penurunan angka kelahiran. Penurunan angka kelahiran
yang disertai dengan peningkatan usia harapan hidup telah merubah komposisi
penduduk berdasarkan umur dari kelompok penduduk muda bergeser menjadi kelompok
penduduk tua. Peranan migrasi internasional kurang bermakna dalam mengubah
distribusi umur bila dibandingkan dengan fertilitas dan mortalitas (Lesthaeghe,
2000).
Penurunan Fertilitas
Gambar 1
TFR dan Angka
Harapan Hidup Indonesia Tahun 1950-2050
Penurunan angka fertilitas telah menjadi faktor yang
menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut. Angka fertilitas ini
dilihat dari angka fertilitas total (TFR). Rata-rata TFR negara maju sejak abad
ke dua puluh telah mengalami penurunan secara terus menerus. Pada tahun
1950-1955 angka TFR mereka telah mencapai angka 2,8 anak per wanita. Angka yang
sudah rendah ini terus mengalami penurunan hingga pada tahun 2000-2005 mencapai
angka yang sangat rendah yaitu 1,5 anak per wanita. Kini, semua negara maju
telah mencapai TFR di bawah 2,1 (replacement level). Bahkan di beberapa negara
mencapai angka 1,3 anak per wanita. Angka fertilitas total (TFR) Indonesia
mengalami penurunan dari angka 5,5 tahun 1950-1955 menjadi 2,3 pada tahun
2000-2005. Ditahun-tahun berikutnya diproyeksi angka TFR ini akan mencapai 2,1
dan stagnan hingga 2050 (lihat Gambar 1).
Penurunan Mortalitas
Sebagaimana angka fertilitas yang mengalami penurunan,
penurunan angka mortalitas khususnya pada kelompok usia tua, menyebabkan
terjadinyan penuaan penduduk atau peningkatan jumlah penduduk usia
lanjut. Kondisi ini sangat nampak terutama di negara-negara maju yang
telah lebih dulu berhasil menurunkan angka fertilitas.
Angka harapan hidup saat lahir semakin mengalami
peningkatan seiring dengan menurunnya angka kematian penduduk. Angka harapan
hidup penduduk Indonesia usia 60 tahun ke atas mengalami peningkatan pada kurun
waktu 2000-2050. Pada tahun 2050, angka harapan hidup penduduk Indonesia usia
60 tahun diproyeksi akan meningkat sebesar 3,8 tahun, sedangkan angka harapan
hidup penduduk usia 65 tahun meningkat sebesar 3,3 tahun. Dalam kurun waktu 50
tahun mendatang angka harapan hidup penduduk usia 80 diproyeksi meningkat 1,7
tahun.
Apabila dilihat menurut jenis kelamin, angka harapan
hidup penduduk perempuan lebih tinggi dari penduduk laki-laki. Pada tahun
1950-1955, angka harapan hidup perempuan lebih tinggi 1,2 tahun dari laki-laki,
kemudian meningkat menjadi 2,5 tahun pada tahun 1975-1980. Angka ini disebut gender
gap, kesenjangan di antara laki-laki dan perempuan. Kesenjangan angka
harapan hidup laki-laki dan perempuan ini semakin besar menjadi 4,0 tahun pada
tahun 2000-2005. Kesenjangan angka harapan hidup laki-laki dan perempuan pada
tahun berikutnya diproyeksi semakin besar. Tahun 2025-2030 gender gap angka
harapan hidup diproyeksi 4,5 dan menjadi 4,7 pada tahun 2045-2050.
Menurut data yang dilaporkan WHO, usia harapan hidup
wanita di seluruh dunia secara statistik lebih tinggi dari pada usia harapan
hidup pria. Prof. Barbara R. Migeon, MD, PhD dari John Hopkins School of
Medicine dalam www.voanews.com (2010), mengungkapkan bahwa pria mempunyai resiko
mortalitas (kematian) yang lebih tinggi daripada wanita pada setiap tahap
kehidupannya.
Banyak
faktor yang menyebabkan hal tersebut, diantaranya adalah faktor sosial, ekonomi
dan perilaku seperti aktivitas selama hidup, di mana secara umum pria memiliki
peran lebih banyak dalam tanggung jawab mencari nafkah, sehingga rentan
terhadap penyakit ataupun lebih riskan terhadap kecelakaan. Selain itu faktor
biologi dan genetika menjadi faktor dasar yang menyebabkan rendahnya angka
harapan hidup laki-laki. Secara biologis, kaum laki-laki memiliki kromosom XY
dan wanita memiliki kromosom XY. Kromosom X mengandung 1100 gen, yang selain
berperan penting dalam pengaturan hormon, juga dalam fungsi vital tubuh
lainnya, mulai dari pembekuan darah, metabolisme dan perkembangan janin.
Sedangkan kromosom Y hanya mempunyai kurang dari 100 gen, yang fungsi utamanya
hanyalah untuk pembentukan dan perkembangan testes dan hormonal. Secara
biologis, wanita lebih diuntungkan dengan 2 kromosom X ini karena mereka lebih
tahan terhadap gejala-gejala penurunan fungsi tubuh. Pada laki-laki yang hanya
memiliki 1 kromosom X ini menjadikan mereka rentan terhadap penurunan fungsi
tubuh. (dikutip dari Modul Pendidikan Kependudukan/edo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar