Selasa, 03 Februari 2015

Penduduk Usia Lanjut di Indonesia



Salah satu dinamika penduduk yang menuntut perhatian sangat serius dari negara adalah perubahan komposisi penduduk, utamanya perubahan penduduk lanjut usia, baik dari jumlah absolut, maupun relatif. Hal tersebut terkait dengan implikasi baik ekonomi sosial maupun kesehatan lansia.
Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Lansia termasuk dalam kategori penduduk rentan dilihat dari kemunduran dari segi fisik, psikologis, sosial, eknomi dan kesehatan sehingga mereka terlindung oleh jaminan sosial. Hal ini tertulis dalam UU No. 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial yang diberikan dalam bentuk asuransi kesejahteraan sosial dan bantuan langsung berkelanjutan.
Penduduk Lansia (usia 60 +) di seluruh dunia diproyeksi akan tumbuh  dengan sangat cepat bahkan tercepat dibanding kelompok usia lainnya. Diperkirakan mulai tahun 2010 yang lalu telah terjadi ledakan jumlah penduduk lanjut usia. Hasil prediksi menunjukkan bahwa persentase penduduk lanjut usia akan mencapai 9,77 persen dari total penduduk pada tahun 2010 dan menjadi 11,34 persen pada tahun 2020.
Perubahan jumlah penduduk lansia perlu direspon secara tepat karena jika tidak, maka akan menimbulkan persoalan yang sangat serius. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa penduduk lansia memiliki pengaruh besar dalam permbangunan sosial ekonomi suatu Negara.
Disamping itu lansia memilki hak baik hak politik, sosial maupun ekonomi yang harus dipenuhi. Hal ini nampaknya belum sepenuhnya direspon oleh pemerintah secara baik. Oleh karenanya diperlukan suatu rumusan kebijakan mengenai lansia yang mampu merespon kondisi yang ada. Dalam rangka itulah, pemerintah membentuk Komisi Nasional Lanjut Usia yang disahkan berdasarkan Kepres No. 52 tahun 2004 yang memiliki tugas tuntuk mengkoordinasi segala upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
Bab I Pasal 1 UU Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, juga menjelaskan bahwa pemberdayaan lansia perlu diupayakan lintas sektor dan bersifat terpadu. Arah pemberdayaan tersebut diperlukan untuk mengurangi kemiskinan, mendapatkan jaminan kesehatan yang lebih baik, dan mendukung kehidupan sosial masyarakat agar lebih berpartisipasi dalam pembangunan. Selain itu, salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Dengan demikian, peningkatan jumlah penduduk lanjut usia menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan sekaligus sebagai tantangan dalam pembangunan. Keberhasilan karena peningkatan jumlah lansia merupakan dampak dari peningkatan usia harapan hidup, sementara sebagai tantangan peningkatan jumlah lansia akan menimbulkan permasalahan penting. Bila permasalahan tersebut tidak diantisipasi, maka tidak tertutup kemungkinan bahwa proses pembangunan akan mengalami berbagai hambatan. Oleh sebab itu, permasalahan lanjut usia harus menjadi perhatian kita semua, baik pemerintah, lembaga masyarakat maupun masyarakat itu sendiri. Untuk menjadi lanjut usia yang sehat, produktif dan mandiri, kita harus mulai dengan pola hidup sehat dan mempersiapkan masa lanjut usia secara lebih baik. Dengan demikian, sasaran dari permasalahan lansia tidak hanya lansia itu sendiri, tetapi juga penduduk usia muda. Pola hidup sehat harus diterapkan sejak usia dini, bahkan sejak dalam kandungan.
Faktor Demografi yang menyebabkan Penuaan Penduduk
Peningkatan jumlah penduduk usia lanjut dari tahun ke tahun hampir di setiap negara di dunia, termasuk di Indonesia, dikarenakan terjadinya transisi demografi. Transisi demografi ini ditandai dengan penurunan angka kematian yang kemudian disusul dengan penurunan angka kelahiran. Penurunan angka kelahiran yang disertai dengan peningkatan usia harapan hidup telah merubah komposisi penduduk berdasarkan umur dari kelompok penduduk muda bergeser menjadi kelompok penduduk tua. Peranan migrasi internasional kurang bermakna dalam mengubah distribusi umur bila dibandingkan dengan fertilitas dan mortalitas (Lesthaeghe, 2000).
Penurunan Fertilitas
Gambar 1
TFR dan Angka Harapan Hidup Indonesia Tahun 1950-2050
Penurunan angka fertilitas telah menjadi faktor yang menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut. Angka fertilitas ini dilihat dari angka fertilitas total (TFR). Rata-rata TFR negara maju sejak abad ke dua puluh telah mengalami penurunan secara terus menerus. Pada tahun 1950-1955 angka TFR mereka telah mencapai angka 2,8 anak per wanita. Angka yang sudah rendah ini terus mengalami penurunan hingga pada tahun 2000-2005 mencapai angka yang sangat rendah yaitu 1,5 anak per wanita. Kini, semua negara maju telah mencapai TFR di bawah 2,1 (replacement level). Bahkan di beberapa negara mencapai angka 1,3 anak per wanita. Angka fertilitas total (TFR) Indonesia mengalami penurunan dari angka 5,5 tahun 1950-1955 menjadi 2,3 pada tahun 2000-2005. Ditahun-tahun berikutnya diproyeksi angka TFR ini akan mencapai 2,1 dan stagnan hingga 2050 (lihat Gambar 1).
Penurunan Mortalitas
Sebagaimana angka fertilitas yang mengalami penurunan, penurunan angka mortalitas khususnya pada kelompok usia tua, menyebabkan terjadinyan penuaan penduduk atau peningkatan jumlah penduduk usia lanjut.  Kondisi ini sangat nampak terutama di negara-negara maju yang telah lebih dulu berhasil menurunkan angka fertilitas.
Angka harapan hidup saat lahir semakin mengalami peningkatan seiring dengan menurunnya angka kematian penduduk. Angka harapan hidup penduduk Indonesia usia 60 tahun ke atas mengalami peningkatan pada kurun waktu 2000-2050. Pada tahun 2050, angka harapan hidup penduduk Indonesia usia 60 tahun diproyeksi akan meningkat sebesar 3,8 tahun, sedangkan angka harapan hidup penduduk usia 65 tahun meningkat sebesar 3,3 tahun. Dalam kurun waktu 50 tahun mendatang angka harapan hidup penduduk usia 80 diproyeksi meningkat 1,7 tahun.
Apabila dilihat menurut jenis kelamin, angka harapan hidup penduduk perempuan lebih tinggi dari penduduk laki-laki. Pada tahun 1950-1955, angka harapan hidup perempuan lebih tinggi 1,2 tahun dari laki-laki, kemudian meningkat menjadi 2,5 tahun pada tahun 1975-1980. Angka ini disebut gender gap, kesenjangan di antara laki-laki dan perempuan. Kesenjangan angka harapan hidup laki-laki dan perempuan ini semakin besar menjadi 4,0 tahun pada tahun 2000-2005. Kesenjangan angka harapan hidup laki-laki dan perempuan pada tahun berikutnya diproyeksi semakin besar. Tahun 2025-2030 gender gap angka harapan hidup diproyeksi 4,5 dan menjadi 4,7 pada tahun 2045-2050.
Menurut data yang dilaporkan WHO, usia harapan hidup wanita di seluruh dunia secara statistik lebih tinggi dari pada usia harapan hidup pria. Prof. Barbara R. Migeon, MD, PhD dari John Hopkins School of Medicine dalam www.voanews.com (2010), mengungkapkan bahwa pria mempunyai resiko mortalitas (kematian) yang lebih tinggi daripada wanita pada setiap tahap kehidupannya. 
Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut, diantaranya adalah faktor sosial, ekonomi dan perilaku seperti aktivitas selama hidup, di mana secara umum pria memiliki peran lebih banyak dalam tanggung jawab mencari nafkah, sehingga rentan terhadap penyakit ataupun lebih riskan terhadap kecelakaan. Selain itu faktor biologi dan genetika menjadi faktor dasar yang menyebabkan rendahnya angka harapan hidup laki-laki. Secara biologis, kaum laki-laki memiliki kromosom XY dan wanita memiliki kromosom XY. Kromosom X mengandung 1100 gen, yang selain berperan penting dalam pengaturan hormon, juga dalam fungsi vital tubuh lainnya, mulai dari pembekuan darah, metabolisme dan perkembangan janin. Sedangkan kromosom Y hanya mempunyai kurang dari 100 gen, yang fungsi utamanya hanyalah untuk pembentukan dan perkembangan testes dan hormonal. Secara biologis, wanita lebih diuntungkan dengan 2 kromosom X ini karena mereka lebih tahan terhadap gejala-gejala penurunan fungsi tubuh. Pada laki-laki yang hanya memiliki 1 kromosom X ini menjadikan mereka rentan terhadap penurunan fungsi tubuh. (dikutip dari Modul Pendidikan Kependudukan/edo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar