Rabu, 16 Maret 2016

Henk Uno Mengenang JS Badudu sebagai Teladan Terbaik Bangsa

KOMPAS/KARTONO RIYADIJS Badudu
Pasangan Jusuf Sjarif Badudu - Eva Henriette Elma Koroh dinilai telah mengajarkan keteladanan yang indah bagi masyarakat Indonesia berupa cara mendidik anak-anak yang penuh kasih sayang dan kedisplinan.
Sepenggal mutiara ini dirasakan oleh keluarga RH Uno (Henk)-Mien R Uno, yang menjadi inspirasi dalam membesarkan anak-anak mereka, Sandiaga Uno dan Indra Uno.
Pasangan almarhum JS Badudu-Eva Henriette, biasa disapa Henk Uno dengan panggilan Broer Jus dan Zus Eva. Mereka sudah lama saling mengenal, sejak tahun 1956 di Bandung.
Ini disebabkan Henk Uno dan Jus Badudu sama-sama berasal dari Gorontalo untuk merantau di Kota Kembang, Bandung. Orang tua JS Badudu sudah lama dikenal oleh Rais Monoarfa, Jogugu Gorontalo (kepala distrik) yang juga kakek Henk Uno.
Bahkan untuk urusan kebersihan dan kerapian berpakaian Rais Monoarfa, Olongia (pemimpin) Gorontalo di masa pemerintahan kolonial Belanda ini, orang tua JS Badudu adalah kepercayaannya.
Cerita kedekatan orang tua JS Badudu dengan Rais Monoarfa ini didapat Henk Uno dari orang tuanya, pasangan Abdul Uno-Intan Ruaida Monoarfa.
Keakraban kedua keluarga Gorontalo ini kemudian berlanjut di Bandung, saat anak-anak mereka menempuh pendidikan tinggi.
"Broer Jus adalah orang Gorontalo yang luar biasa. Beliau banyak menolong mahasiswa Gorontalo yang sedang belajar di Bandung," tutur Henk Uno, Minggu (13/3/2016).
"Broer Jus menyediakan rumahnya untuk menjadi penginapan gratis, padahal rumahnya kecil yang menempel di rumah keluarga lain," ujarnya.
Broer Jus yang selalu khas dengan motor kumbangnya saat di Kota Kembang adalah lelaki cerdas yang penuh kesantunan. Tegur sapa dan bercakap dalam bahasa Gorontalo selalu dilakukan bila Henk Uno bertemu.
Kesadaran JS Badudu untuk memuliakan bahasa sudah lama dirasakan oleh Henk Uno.
"Kenangan indah bersama Broer Jus tahun 1956 tak kan terlupa, saat itu anak beliau, dokter Cisca masih kecil," ucap Henk Uno.
Hal lain yang dirasakan Henk Uno pada pasangan Broer Jus danZus Eva adalah kerukunan dan harmoni dalam membina rumah tangga. Padahal pasangan ini beda suku dan beda agama.
"Pasangan ini tidak sekadar mengagumkan, namun telah menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk berbuat lebih baik dalam hidup ini," tutur Henk yang pernah menjelajah hutan Nantu di usia 74 tahun ini.
Keteladanan ini juga terlihat saat JS Badudu menjadi orang pertama yang menjadi guru besar dari Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran tahun 1985 dalam usia 59 tahun.
JS Badudu memperoleh gelar doktor dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia tahun 1975 dengan disertasi yang berjudul "Morfologi Kata Kerja Bahasa Gorontalo".
Gelar tertinggi di bidang akademik ini tidak didapat dengan serta-merta. Kecintaan terhadap bahasa selama puluhan tahun yang mengantarkannya ke jenjang terhormat ini.
JS Badudu yang lahir di Gorontalo pada 19 Maret 1926 ini pernah tercatat sebagai guru sekolah dasar selama 8 tahun, guru SMP 4 tahun, guru SMA 10 tahun dan selama 42 tahun menjadi pengajar di Universitas Padjadjaran dan UPI Bandung.
Dedikasi yang tinggi terhadap profesi ini adalah hasil didikan orang tuanya sejak di tanah kelahirannya, Gorontalo.
Kondisi ini juga yang mengantar banyak orang Gorontalo ke jenjang keberhasilan di pulau Jawa, seperti BJ Habibie (presiden), Thaib Gobel (pengusaha), Bakri Arbie (ahli nuklir), Henk Uno (perminyakan), Aloei Saboe (dokter), JA Katili (geolog).
JS Badudu telah berpulang pada Sabtu 12 Maret, saat sepekan lagi genap ulang tahunnya ke-89. Dia menyusul istrinya Eva Henriette Alma Koroh yang lebih dulu meninggal pada 16 Januari 2016 daalm usia 85 tahun.
Mereka telah membina keluarga selama 62 tahun dengan dikarunia 9 anak, 9 menantu, 23 cucu dan 2 cicit.
"Pergilah dengan tenang kedua insan Allah SWT yang kami kagumi, semoga mendapat tempat yang terbaik di sisi Sang Pencipta Alam," doa Henk Uno. (KOMPAS.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar