“Peruntungan bisnis bisa datang dari mana saja, salah satunya limbah plastic. Dengan ketekunan dan sikap pantang menyerah, Mohammad Baedowy mengolah limbah plastic, membentuk jaringan mitra, lalu mengekspor produknya. Miliaran rupiah pun mampu diraup dari bisnis ini”

Ketika membeli suatu produk, biasanya kita hanya mengambil isinya. Bungkusnya lalu dibuang. Jarang ada orang yang berpikir untuk memanfaatkannya. Padahal, jika kita mampu melihat dari mata wirausaha, kemasan itu dapat menjadi peluang besar.
Awal maret lalu, redaksi Majalah Marketing mendatangi pabrik pengumpulan dan daur ulang sampah. Lokasinya di Jalan Raya Cimuning, Kecamatan Mustika Jaya, Bekasi. Puluhan karung berukuran besar berisi barang bekas berjejer di sisi kanan dan kiri jalan. Tinggi tumpukan itu melebihi tinggi mobil dan rumah, dan hampir menyesaki jalur masuk ke pabrik. Meski dikelilingi timbunan “sampah”, tak tercium bau menyengat.
Pemilik tempat ini bernama Mohammad Baedowy (40). Sudah hampir 13 tahun berkecimpung “mengurusi” limbah plastic di bawah bendera CV Majestic Buana. Dalam setahun, miliaran rupiah bisa ia kantongi dari bisnis yang produknya sudah diekspor ke Cina ini.
Risiko Banting Setir
Keberhasilan Baedowy bukan tanpa proses panjang. Ia tak dilahirkan sebagai seorang pengusaha. Pria kelahiran Balikpapan ini memutuskan menjadi pengusaha lantaran krisis ekonomi di Tanah Air, beberapa tahun silam. Selain itu, ia juga ingin memperoleh kemampuan finansial yang tak terbatas, serta membuka lapangan pekerjaan.
Mantan auditor di Royal Bank of Scotland ini bahkan pernah menjajal peruntungan bisnis dengan menjual jangkrik dan cacing. Banyak kegagalan yang ditemui dan Baedowy tak mendapatkan keuntungan dari usahanya itu. Ingga ia memutusan untuk berbisnis minim risiko.
Ide tentang sampah ia dapatkan ketika melihat aktivitas para pemulung. Tak malu, Tokoh Pilihan Terbaik Majalah Tempo 2009 ini pun ikut mengumpulkan botol-botol bekas. Botol per botol dipisahkan menurut warna dan jenisnya, dicacah, dan dijual. Kegiatan tersebut terus dilakoni setiap hari.
“Saya melihat pemulung, dari situunul ide untuk membuat usaha daur ulang sampah. Bila dibanding dengan usaha makanan, kalau tidak laku basi. Kalau usaha buah-buahan tidak laku busuk. Ternak risikonya mati. Kalau sampah plastic tidak ada risikonya,” ungkap dia.
Di awal bisnis, Baedowy menggunakan mesin buatan pabrik lain, dan hasilnya dikirimkan kepada seorang rekan untuk memenuhi permintaan ekspor. Tak lama berselang, usaha Majestic Buana yang ia dirikan terpaksa terhenti karena kerusakan mesin produksi. Bisnisnya kolaps. Plakat “Pabrik Dijual” pun sempat terpasang. Kesungguhannya menjalankan bisnis ini diuji. Hingga ia menjajal untuk membuat mesin sendiri. Kebangkitan Baedowy tak lepas dari dukungan sang istri, Ajeng Ririn Sari.
Hanya membutuhkan waktu satu tahun, sarjana ekonomi yang berbekal ilmu teknik ini akhirnya berhasil membuat mesin pencacah. Ia mulai kembali dati awal; memisahkan limbah botol plastic sesuai warna dan jenis, kemudian mencacahnya. Hasil berupa serpihan plastic kemudian dikeringkan. Peraih Dji Sam Soe Award 2009 ini sengaja mendesain mesin yang bisa berputar dengan kecepatan tinggi, mirip pengering mesin cuci. Setelah serpihan tersebut dikeringkan kembali dalam oven, barulah siap dijual.
Di Cina, produk ini akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan benang polyster. Bahan bakunya didapat dari sampah botol plastic minuman jenis PET (polyethylene terephthalate). Sementara limbah gelas plastic minuman jenis PP (polypropylene) digunakan sebagai bahan baku pembuatan tali rafia. Selain memenuhi permintaan ekspor, ia juga membuat produk daur ulang sendiri. botol plastic oli didaur ulang untuk dijadikan lokop sapu.
“Ternyata janji Tuhan itu benar. Di balik kesulitan itu ada kemudahan. Dari situ, saya malah bisa memproduksi banyak mesin,” ungkapnya.
Jaringan Mitra Usaha
Kesuksesan finansial Baedowy jika dihitung di atas kertas cukup menggiurkan. Dengan mesin buatannya, ia bisa mendapatkan hasil olahan sebanyak 3 ton sehari. Dalam sebulan, juara industri Hijau tingkat Nasional tahun 2009 ini mampu meraup ratusan juta, atau miliaran rupiah dalam setahun.
Seakan tak ingin sukses sendirian, ia mengakomodasi permintaan masyarakat yang juga ingin sukses seperti dirinya. Jaringan mitra kerja yang ia bentuk sudah menyebar dari Aceh hingga Papua. Kepada mitra, Peraih Soegeng Sarjadi Award on Good Governance 2010 ini menjual tiga mesin penggiling. Harga tiap mesin berkisar Rp 33 juta hingga Rp 47 juta. Kini, ada 100 mitra yang dia miliki.
“Siapa pun yang mau usaha seperti saya, saya siap ajarkan. Ilmunya akan saya kasih semua. Mulai dari bangunan, pelatihan, dan hasilnya wajib saya beli. Saya pastikan ada buy back guarantee,” janji Baedowy dengan suara tegasnya.
Membagi 90% Laba
Berhasil menjadi pengusaha sukses, bagi Baedowy tidak bisa dijalankan seorang diri. Ia menilai, kesuksesan bisa didapat karena peran serta karyawannya. Peraih Piagam Kalpataru 2010 ini berjanji, tepat di tahun 2018 akan membagi rata 90% keuntungan yang ia terima dari pabrik untuk seluruh karyawan, dengan minimal masa kerja 5 tahun. Dengan cara ini ia berharap dapat terus menyejahterakan karyawan, dan juga membuat manajemen keuangan perusahaan transparan.
Karena kepiawaiannya, BBC Indonesia kerap menggandeng Baedowy untuk memberikan pelatihan wirausaha di seluruh Indonesia. Peraih penghargaan Indonesia ASEAN Young Green Soldier Award 2011 ini pun punya satu prinsip hidup. Ia yakin, jika seseorang mengerjakan sesuatu dengan tekun, hal kecil akan mendatangkan peluang besar.
“Jangan kamu ingin cepat dapat mengerjakan pekerjaan-pekerjaan besar. Karena pekerjaan itu jarang kamu temukan. Yang sering kamu temukan adalah pekerjaan-pekerjaan kecil. Bagaimana kamu bisa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan besar kalau yang kecil saja kamu tidak terlatih. Sekecil apa pun pekerjaan, itu datangnya dari Tuhan. Lakukanlah sungguh-sungguh pekerjaan yang kecil itu dengan hati suci,” pesannya.
Sumber Berita : Majalah Marketing Edisi 05/XIII?MEI 2013