Sumber: info-biografi.blogspot.com
Mungkin
banyak orang yang abai bahwasanya jauh sebelum Jokowi blusukan, Prabowo
muda sudah terlebih dahulu melakukannya. Jika Jokowi blusukan ke
kampung-kampung, maka Prabowo blusukan ke sarang pemberontak dan
penyandera. Jika Jokowi turun bertemu masyarakat, maka yang dihadapi
Prabowo adalah kelompok bersenjata yang seketika bisa saja meledakkan
isi kepalanya. Jika yang mengintai Jokowi adalah para wartawan, maka
yang mengintai Prabowo tak lain hanyalah kematian.
Lahir
dari keluarga bangsawan kaya tak lantas membuat Prabowo muda memilih
untuk ongkang-ongkang kaki. Ia memilih jadi tentara yang bertaruh nyawa
dan menolak tawaran kuliah di George Washington Unversity yang
mengundangnya.
Di jaman sekarang
mungkin pribadi seperti Prabowo muda sudah langka. Anak orang kaya masa
kini lebih gemar menghambur-hamburkan harta orang tuanya. Jangankan
untuk membela kehormatan bangsa dan negara, menjaga kehormatan keluarga
saja mereka kadang tak sanggup.
Ada
jawaban menarik dari adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo bahwa ambisi
Prabowo untuk jadi presiden adalah opsi yang ia (Prabowo) pilih untuk
pengabdian di hari tua. Sejatinya didalam diri Prabowo itu ia tak pernah
berhenti darah pengabdian. Prabowo dan jiwa patriotnya sudah kadung
melebur tak terpisahkan. Itulah kenapa ia kembali dan maju sebagai calon
presiden. Tujuannya hanya satu, memenuhi hasrat kecintaan dan haus
pengabdian kepada tanah air. Hasrat yang sama yang pernah membuatnya
nyaris mati dibunuh tatkala bertugas di timor-timur (sekarang timor
leste).
"Saya sudah mau mati sejak usia muda. Bertugas di
Timor Timur ketika masih letnan. Saat itu saya sudah hitung bahwa tidak
mungkin saya bisa selamat. Sayapun sudah ucapkan dua kalimat syahadat.
Tapi saya masih lolos, saya bersyukur." (Prabowo Subianto)
Sekarang
banyak orang bertanya-tanya tentang keikhlasan dan ketulusan seorang
Prabowo jika terpilih sebagai presiden. Saya pribadi yang sudah beberapa
tahun terakhir terus mencari tahu tentang jati diri Prabowo, merasa
malu jika harus ikut bertanya tentang keikhlasan Prabowo. Setelah sekian
banyak yang ia lakukan untuk negara, pengabdian, pengorbanan, bertaruh
nyawa, menjaga perdamaian, membebaskan sandera, menjaga tiap jengkal
NKRI dari pemberontak, baku tembak dibelantara hutan hingga harus
menanggung dosa orang lain perihal tragedi 1998. Lalu kita lupa, kita
berpura-pura, kita cuma ingat yang jeleknya saja. Tidak apa-apa, memang
begitu sifat orang Indonesia.
"Selaku pemimpin politik, saya
harus selalu siap menjadi pembawa bendera. Siap berada di garis
terdepan, siap menerima kritik dan hantaman." (Prabowo Subianto)
Setelah
karir militernya dihentikan secara paksa, Prabowo melanjutkan hidupnya
dengan berbisnis di luar negeri. Tujuan utamanya mungkin mencari
ketenangan. Hal ini kemudian kerap dituduhkan oleh pendukung Jokowi - JK
sebagai usaha melarikan diri Prabowo atas kasus HAM. Padahal saat itu
sidang DKP telah usai dan Prabowo sendiri telah mendapatkan ijin dari
Pangab Jenderal TNI Wiranto. Tapi lagi-lagi fitnahan yang didapat oleh
putra Sumitro ini.
Satu-satunya hal
yang membuat Prabowo tetap kuat menghadapi hantaman adalah pesan Sumitro
Djojohadikusumo, ayahnya sendiri. Sebuah pesan motivasi dan mulia yang
akhirnya menenangkan Prabowo. Sumitro kerap berpesan agar putranya tetap
tabah. Jangan mengasihi diri sendiri dan putus asa. Termasuk sebuah
pesan mulia bahwa Prabowo tidak boleh menaruh dendam pada siapapun.
Cukup hadapi saja. Beliau (Sumitro) berkata pernah mengalami kepahitan
yang lebih pahit.
Tak jarang Prabowo
seringkali mendaur ulang pesan-pesan baik dari ayahanda di media sosial.
Itu mencerminkan sikap kepatuhan dan hormat Prabowo terhadap ayahnya
seperti yang dulu pernah diungkapkan Sumitro. Ungkapan-ungkapan ini yang
kemudian lantas dipreteli media dan barisan pembenci Prabowo
seolah-olah sebuah serangan pada kubu rival. Padahal dalam kampanye dan
laman facebook-nya, Prabowo meneruskan pesan-pesan baik pada
pendukungnya. Menjauhi fitnah dan jangan membalas fitnah dengan fitnah.
Kebenaran mungkin bisa kalah tapi tak akan pernah bisa diubah jadi
kesalahan.
Tidak bisa dipungkiri
majunya Prabowo menjadi capres seketika menggentarkan oknum-oknum yang
masih punya rahasia kelam masalalu. Termasuk kasus HAM 98 dan
kasus-kasus lainnya yang tak pernah terungkap. Jika Prabowo jadi
presiden, mereka takut skenario busuk yang dilakukan terhadap Prabowo
dimasalalu akan terungkap. Mereka takut dalang kasus Munir kembali
menyeruak. Dan kini mereka berdiri bahu membahu dibelakang Jokowi - JK
demi menjegal Prabowo untuk kedua kalinya.
Namun,
kecintaan dan fanatisme terhadap Jokowi membuat sebagian kita memaafkan
orang-orang dibelakangnya atas kejahatan yang mungkin jauh lebih besar.
Sebagian kita setuju untuk membutakan fakta-fakta. Bersatu-padu
menghancurkan Prabowo. Memberangus cita-cita mulia pengabdiannya di hari
tua. Tak sadarkah kita? Orang yang kita hina, kita caci maki, kita
dzalimi itu adalah Prabowo putra Sumitro. Seorang letnan yang dulu
nyaris mati dibelantara hutan demi kedaulatan tanah air yang kini kita
tinggali. Seorang satria yang mencatat segudang prestasi, penghargaan,
tanda bintang dengan kedua tangan dan taruhan nyawanya. Tak ada
pencitraan, tak ada wartawan. Yang ada hanya pekat malam, pemberontak
bersenjata dan seorang prajurit yang bergumul dengan maut demi bukti
cinta pada bangsa, negara, dan tanah air.
"Saya ini kesatria,
pendekar. Anda harus dalami filosofi pendekar, siap mati untuk negara,
bangsa, dan kebenaran." (Prabowo Subianto)
-Selesai-
(http://m.kompasiana.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar