clip_image001Semula, Amril Lubis adalah karyawan bagian personalia di PT Pertamina (Persero). Menjelang masa pensiun, seperti halnya karyawan yang berada dalam kondisi Masa Persiapan Pensiun (MPP), Amril tak berkewajiban ke kantor setiap hari. Namun, bukan Amril namanya jika ia justru menghabiskan waktu untuk bersantai. Untuk mengisi waktu, ia memanfaatkan sebagian lahan seluas 3.500 meter persegi miliknya, yang lama terbengkalai di kawasan Citayam, Bogor, untuk dijadikan kolam ikan. Kala itu, ia mencoba melepas puluhan ribu bibit ikan tawar, seperti ikan mujair, mas, patin, lele, nila dan gurame.
Amril mengaku tak memiliki pengetahuan teknis dan pengalaman mengenai beternak ikan, di awal pendirian usaha. Beruntung, warga sekitar mau membantu Amril dengan bekerja di peternakan ikannya. Selain itu, ia memberdayakan remaja di sekitar lokasi untuk membantu operasional. “Daripada kegiatan mereka tidak jelas, seperti main gitar, minum minuman keras, atau begadang yang menganggu ketentraman masyarakat, lebih baik mereka berbuat sesuatu yang lebih baik,” kata pria yang kerap di sapa “Pak Haji” oleh warga sekitar.
Pada agustus 2001, Amril resmi pensiun. Dalam delapan bulan, ikan hasil budidayanya tumbuh besar hingga mencapai berat total 5 ton!. “Saya bingung mau dikemanakan ikan-ikan itu,“ kenang Amril. Tingginya hasil budidaya ikan, membuat Amril sering didatangi tengkulak yang berniat memborong. Ia menolak karena harga beli dari mereka jauh lebih rendah dari harga produksinya.
Titik balik terjadi setelah satu tahun merintis bisnis ikan, yakni saat putri bungsunya berulang tahun, pada 2002. Amril mencoba mengasap ikan lele sebanyak 30 kg. hasilnya dibagikan kepada tetangga, sebagai hantaran ulang tahun. Ternyata, tetangga merespon positif. “mereka bilang ikan asap buatan kami enak,” aku ayah tiga anak ini.
Menurut Amril, menu ikan asap merupakan menu asli Indonesia yang banyak ditemui di beberapa daerah, seperti di daerah Sumatera, pesisir Jawa, dan Sulawesi. Bagi dia, menu ikan asap tidak asing lagi. Sebab, di daerah asalnya, di Sumatera Utara, masyarakat setempat lazim menyajikan ikan asap sebagai menu makanan sehari-hari. Amril melihat, ikan asap hanya dimasak untuk kebutuhan sehari-hari. Belum ada pengusaha yang memproduksi ikan asap secara massal. Ia lalu memasak ikan asap yang bahan bakunya diambil dari kolam ikannya. “Setelah saya bagikan ke tetangga dan teman-teman sekantor dulu, mereka memberikan respon positif. Dan, tak sedikit yang memesan lagi dan lagi,”kata Amril, bungah.
clip_image003
Oleh karena merasa tak memiliki basis pengetahuan yang cukup soal produksi ikan asap secara massal, Amril membawa produknya ke institute Pertanian Bogor (IPB). Ternyata, hasil laboratorium IPB menyatakan produk ikan asap Amril layak dikonsumsi. Dan, bahkan, ikan asap memiliki kandungan gizi lebih tinggi daripada ikan goreng.
Berbekal hasil lab IPB dan respon pasar, Amril menjadikan bisnis ikan asapnya lebih serius. Ia pun member merek “Petikan Cita Halus”, yang merupakan akronim dari Petani Ikan Citayam H. Amril Lubis. Saat ini, Amril mampu memproduksi 1 ton ikan asap, yang dikemas dalam kemasan plastik kedap udara. Harga jualnya rata-rata Rp. 80.000 per kg. “ikan asap kami bisa tahan setahun disimpan dalam freezer, tanpa pengawet. Kalau mau mengkonsumsi tinggal dipanaskan di microwave, tidak perlu diberi bumbu lagi. Rasanya begini,” kata Amril, sembari mengangkat jempol tangan kanan.
clip_image004
Di Indonesia, produk ikan asap yang telah mendapatkan sertifikat SNI ini dijual di gerai pasar modern, seperti hypermart, Giant, Carrefour, dan Lottemart. Sementara itu, di luar negeri, produk Amril sudah dikenal konsumen Timur Tengah, Eropa, Amerika, Jepang, dan Malaysia. “Produk kami memasuki Timur Tengah lewat Dubai. Eropa lewat Rotterdam, sedangkan Amerika via Meksiko,” pungkas Amril bangga.


Sumber: Majalah Duit! Edisi 7/VI/JULI/2011.