Meski motto, uang (kekayaan) tidak bisa membeli kebahagian masih muncul di berbagai kesempatan, tetapi pada kenyataannya banyak yang meyakini uang (harta) bisa membantu seseorang mengejar kebahagiaan. Dampaknya, panggung kehidupan di Indonesia belakangan ini disajikan berbagai upaya manusia mengejar harta, baik dengan cara baik-baik, maupun dengan cara tidak baik, alias lancung.

Adalah hal biasa jika kita membaca berita atau menonton televisi, pejabat anu tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Si anu ditangkap kejaksaan karena menipu. Si fulan ditangkap polisi karena menyelundupkan narkoba.

Menghimpun kekayaan dengan cara baik-baik saja tidak menjamin kebahagiaan. Tidak membuat seseorang menjadi sejahtera, apa lagi dengan cara lancung.

Elvyn G Masassya dalam bukunya 60 Rahasia menuju Sejahtera mengurai makna sejahtera dan bagaimana mencapainya, tentu dengan cara yang baik-baik.

Pada kata pengantar buku setebal 332 halaman, bercover sederhana --karena hanya memuat judul buku dan berkelir cokelat gelap-- terbitan PT Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia, Dirut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) itu menyatakan hidup sejahtera merupakan impian setiap orang. Namun, sebenarnya tidak semua orang mengetahui ukuran sejahtera.

Sejahtera, menurut mantan bankir di BNI itu, tidak berbanding lurus dengan jumlah kekayaan karena setiap orang memiliki ukuran yang berbeda-beda. Dia memperhatikan sejumlah orang yang berlimpah harta tetapi hidup tertekan dan selalu merasa kekurangan, di sisi lain ada yang biasa-biasa saja tetapi tidak mengeluh dan tidak tertekan.

Dalam 60 (sesungguhnya 61) segmen tulisannya, anak Medan kelahiran 18 Juni 1967 itu mengurai tips agar hidup sejahtera. Dalam ukuran sederhana, Anda disebut sejahtera jika bisa memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tertier.

Permasalahannya, kebutuhan primier seperti apa yang Anda harapkan. Begitu pada kebutuhan tertier yang relatif lebih komplek. Karena tingkat kebutuhan setiap orang berbeda. Karena itu pula agaknya, Elvyn menekankan pada kesejahteraan bathin, dari pada kebutuhan fisik.

Sejahtera pada hakikatnya adalah ketika Anda merasa cukup dengan apa yang Anda miliki dan Anda bisa menikmati semua itu (hal. 17).

Namun di sisi lain, sebagaimana lazimnya manusia, rasa cukup itu tidak statis. Kebutuhan bergerak fluktuatif dan cenderung naik. Penerima Antara Achievment Award 2013 itu mengimbau agar mengejar kesejahteraa dengan cara yang benar, mempertahankannya baik di saat masih kerja, maupun setelah purnakerja.

Masalah yang cukup pelik adalah mempertahankan standar sejahtera yang diinginkan saat purnakerja. Karena itu tidak heran jika mantan Direktur Investasi PT Jamsostek itu memberi perhatian khusus pada jaminan sosial tenaga kerja (hal. 99) dan Program Pensiun (hal. 105).

Pada segmen itu, dikupas secara ringan tentang PT Jamsostek yang bertransformasi menjadi BP Jamsostek berikut program yang diemban, seperti Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun.

Meski sudah banyak media dan beragam cara untuk memublikasi jaminan sosial, agaknya penulis merasa pengetahuan masyarakat, bahkan kalangan eksekutif, tentang jaminan sosial masih kurang. Dia merasa perlu menjelaskan program jaminan sosial dan manfaatnya bagi pekerja, pengusaha dan negara.

Pada segmen lain, eksekutif yang yang nyeni dan sudah menelurkan sejumlah album itu juga menyinggung tentang berutang (hal. 94). Berutang, sepanjang diperuntukan untuk kegiatan produktif dan mampu mendorong terciptanya kemandirian finansial, bukanlah hal yang haram. Yang penting, bisa menakar, berapa besar jumlah uang yang hendak dipinjam, berapa tahun jangkanya dan dari mna untuk mendapatkannya. Tempat terbaik berutang, menurut penulis buku, ke bank, karena biasa lembaga keuangan ini profesional dan bekerja berdasarkan sistem. (Hal.98).

Buku yang merupakan himpunan artikel di Kompas Minggu periode 2011-2013 itu juga menyinggung tentang investasi virtual dan modern seperti saham, dan ada artikel khusus tentang reksadana.

Seperti menganjurkan, Elvyn mengingatkan agar setiap orang kudu (harus). berinvestasi. Melalui Jangan (Tidak) Berinvestasi pada artikel 48, hal 264, dia tetap mengingat agar berhati-hati dalam berinvestasi, baik di saham, maupun di properti. Karena praktik goreng menggoreng oleh spekulan pada kedua jenis investasi kini sudah lazim. Karena itu, dalam berinvestasi harus paham dahulu karakteristik jenis investasi agar tidak kejeblos dan merugi.

Pada artikel Kenapa Memilih Reksa Dana, Elvyn membagi pengetahuan tentang jenis investasi yang oleh investor acap disebut investasi relatif aman dan diminati "kaum pemula" karena dikelola oleh manajer investasi. Dia menganjurkan untuk memilih reksa dana yang Asset Under Management (AUM) sudah besar. Artinya, cari tau berapa total dana kelolaan manager investasi tersebut. Logikanya sederhana, jika dia mengelola dana besar maka tingkat kepercayaan investor lebih besar pula.

Kedua, memilih manajer yang memiliki jam terbang tinggi, misalnya 5 tahun untuk dapat menilai kesinambungan kinerjanya (hal. 317).

Secara keseluruhan, buku ke-8 yang diedit oleh wartawan senior, Eko B Supriyanto, ini sangat layak untuk disimak dari beragam usia, baik yang baru meniti karier agar bisa mempersiapkan rencana investasi jangka pendek, menengah dan panjang, maupun karyawan purnabakti agar berhati-hati dalam berinvestasi dan agar tingkat kesejahteraan yang sudah diraih, lahir dan bathin, dapat dipertahankan saat pensiun.

Elvyn menuliskan buah fikirannya dengan jernih, mudah dipahami dan dengan kalimat-kalimat yang sederhana sehingga orang awam sekalipun tidak perlu berkrenyit dahinya untuk dapat melahap isi buku.

Manfaat? Pasti sangat banyak yang bisa didapat. Indonesia butuh eksekutif yang gemar menulis, membagi pengalaman dan ilmu untuk menjadi inspirati bagi lingkungan dan bangsanya. Sejumlah kesalahan ejaan, seperti di halaman 3 (50 Rahasia, mungkin dimaksud 60 Rahasia) dan di halaman 9 (ketiga, mungkin maksudnya ketika), bisa dibilang sangat kecil dan manusiawi, karena tidak mengurangi nilai buku secara keseluruhan. (www.antaranews.com)